JAKARTA – Antrean panjang di Kementerian Agama (Kemenag) tidak hanya soal penyelenggaraan ibadah haji. Tetapi juga untuk sertifikasi atau pendidikan profesi guru (PPG) dalam jabatan. Pemicunya kuota PPG tidak sebanding dengan banyaknya guru yang belum tersertifikasi.
Direktur Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Madrasah Kemenag Muhammad Zain mengatakan tahun ini kuota PPG yang mereka jalankan hanya 9.000 kursi. Jumlah ini meningkat dibandingkan kuota periode 2018 sejumlah 6.918 kursi dan 2019 ada 6.800 kursi.
’’Untuk periode 2020 tidak ada kuota PPG atau moratorium,’’ katanya kemarin (17/8). Alasannya pada tahun lalu Kemenag menjalankan refocusing anggaran. Sehingga anggaran untuk kegiatan PPG dialihkan untuk penanganan Covid-19. Kemudian tahun ini Kemenag memastikan kembali menggelar PPG.
Zain mengatakan PPG untuk guru dalam jabatan itu diperuntukkan bagi guru-guru yang sudah mengajar. Tetapi mereka belum mengikuti sertifikasi sebagai seorang guru profesional. Dia menjelaskan Kemenag sudah memiliki daftar antrian guru-guru yang bakal mengikuti PPG dalam jabatan.
Dia mengatakan saat ini ada 18.407 guru PNS yang antre mengikuti PPG di Kemenag. Selain itu ada 447.171 guru non PNS yang juga antri. Sehingga totalnya antriannya mencapai 465 ribuan guru. ’’Kalau kuota PPG Kemenag hanya 9.000 kursi terus, antriannya berakhir 45 tahun sampai 50 tahun,’’ tuturnya.
Untuk itu Zain mengatakan Kemenag sedang mengusulkan adanya penambahan kuota PPG dalam jabatan. Ada tiga skenario usulan penambahan kuota PPG dalam jabatan untuk periode 2022 nanti. Pertama adalah meminta kuota sebanyak 50 ribu. Kemudian juga meminta kuota 75 ribu dan kuota 100 ribu. Zain mengatakan usulan itu disampaikan Kemenag ke Bappenas
’’Mungkin yang paling available antara 15 ribu sampai 20 ribu,’’ katanya. Kondisi ini disesuaikan dengan kemampuan perguruan tinggi di bawah Kemenag untuk menjadi lokasi PPG dalam jabatan atau sertifikasi. Selain itu Zain mengatakan sertifikasi guru juga memiliki konsekuensi terhadap ketersediaan anggaran.
Dia menjelaskan pemerintah membayar biaya PPG dalam jabatan sebesar Rp 5 juta/orang. Selama pandemi Covid-19, kegiatan PPG dalam jabatan dilakukan secara online penuh. Berbeda dengan kondisi normal yang menggunakan sistem berasrama. Kemudian pemerintah juga harus menyiapkan anggaran tunjangan profesi guru (TPG) untuk guru-guru yang lolos sertifikasi dan memenuhi sejumlah persyaratan lainnya.
Untuk guru non PNS, tunjangan profesi guru dipatok minimal Rp 1,5 juta/bulan. Sedangkan bagi guru PNS, tunjangan profesinya ditetapkan sama dengan gaji pokok yang diterima. (wan)