Rongsokan vs Cek Kosong

Kamis 23-12-2021,15:34 WIB
Reporter : redaksi rb
Editor : redaksi rb

BENGKULU, rakyatbengkulu.com- Perseteruan mantan Gubernur Bengkulu Agusrin M Najamudin selaku Komisaris PT. Anugerah Pratama Inspirasi (API) versus pihak PT. Tirto Alam Cindo (TAC) kian meruncing. Terlebih buntut dari konflik tersebut Agusrin dan Dirut PT API Raden Saleh Abdul Malik ditetapkan tersangka oleh Polda Metro Jaya dalam kasus cek kosong pembelian aset dan saham PT. Citra Karya Inspirasi (CKI).

“Klien kami dipaksa membayar barang rongsokan yang nilainya tidak masuk akal. Kemudian diancam dengan diberitakan di media. Perbuatan ini sangat tidak menyenangkan bagi klien kami, hasil apraisal mesin-mesin ini harganya hanya Rp 6 miliar tapi dipaksa membayar Rp 33 miliar,“ kata Kuasa Hukum PT. Anugerah Pratama Inspirasi (API), Yasrizal melalui keterangan tertulis, Rabu (23/12).

BACA JUGA:  Rp 411,5 Miliar Dana Covid-19 Belum Terserap Sebenarnya informasi penetapan Agusrin (mantan Gubernur Bengkulu) dan Raden Saleh sebagai tersangka sudah mencuat sejak Oktober 2021 lalu. Namun baru-baru ini disampaikan secara resmi oleh kepolisian. Versi Yasrizal, justru pihak PT. Tirto Alam Cindo atau penjual diduga telah melakukan penipuan. Caranya dengan memanipulasi kondisi barang yang tidak sesuai dengan kondisi disepakati.

“Menekan klien Kami agar mau membayar barang yang harganya sebenarnya hanya Rp 6 miliar dan meminta bayaran Rp 33 miliar,” tukas pria yang disapa Bang Jek ini.

Versi Yasrizal, Saleh selaku Dirut bersedia melunasi berapapun nilai transaksi. Dengan syarat dilakukan appraisal atau penilaian tim independen. “Akan tetapi selalu dari pihak penjual tidak mau dilakukan appraisal, tetap memaksa membayar Rp 33 miliar,” ungkap Yasrizal.

Sebagai pembeli yang serius,  Saleh dan Agusrin (mantan Gubernur Bengkulu), kata Yasrizal telah mengeluarkan uang muka sebesar Rp 7,5 miliar kepada pihak penjual saat kesepakatan lisan disepakati.

”Ketika Pak Saleh dan Pak Agusrin menurunkan tim untuk mengecek pabrik, mereka sangat kaget ternyata mesin-mesin pabrik jauh dari apa yang disepakati. Bahkan, banyak mesin-mesin pabrik itu yang diklaim sebagai miliknya dan dijual kembali kepada pemilik asalnya,” kata Yasrizal.

Setelah pengecekan tersebut, lalu Agusrin meminta dilakukan appraisal oleh tim independen untuk menemukan nilai yang pantas dan layak untuk mesin-mesin tersebut. “Jika tidak mau dilakukan appraisal maka transaksi dibatalkan dan uang DP Rp 7,5 miliar minta dikembalikan, dan itu tertuang dalam surat resmi yang dikirimkan Pak Saleh dan Pak Agusrin kepada pihak penjual,” katanya.

Menurut Yasrizal, pihak PT TAC tidak bersedia dilakukan appraisal. Malah terus menekan untuk membayar uang Rp 33 miliar. Padahal nilainya hanya Rp 6 miliar.

BACA JUGA:  Dugaan Korupsi RDTR, Jaksa Periksa Saksi dari Kementerian “Mengenai cek kosong yang dimaksud adalah sebagai berikut, ketika kesepakatan jual beli ini disepakati, masing-masing pihak sepakat untuk menyerahkan cek sebagai jaminan transaksi. Pihak penjual menyerahkan cek kepada pihak pembeli, dan pihak pembeli menyerahkan cek kepada pihak penjual sebagai jaminan transaksi.

“Cek tersebut masing-masing bisa dicairkan jika balik nama saham pabrik dari penjual kepada pihak pembeli telah selesai dilakukan. Tapi kenyataannya, hingga saat ini saham pabrik yang diperjualbelikan belum diserahkan kepada pihak pembeli, jadi cek tersebut belum bisa dicairkan oleh masing-masing pihak,” beber Yasrizal.

Sementara itu Kuasa Hukum PT TAC dan PT CKI, Andreas menyampaikan kronologisnya. Versinya pada  23 April 2019 terjadi pertemuan untuk membicarakan niat PT.API membeli saham dan aset PT.CKI.

Pertemuan bertempat di Sultan Café, Jakarta. Pertemuan itu dihadiri Agusrin Najamudin dan Raden Saleh dan beberapa personel PT.API. Adapun angka yang ditawarkan oleh PT. TAC adalah sebesar Rp 42,65 miliar. Sedangkan angka yang ditawar oleh PT.API adalah sebesar Rp 29 miliar.

Lalu pada 19 Juni 2019 dibuatkan surat penawaran oleh PT. TAC  senilai Rp 38,09 miliar. Ditandatangani oleh Direktur PT. TAC yang sekaligus Direktur PT.CKI yaitu ibu Ang Lau Shuk Yee. 19 Juni 2019  kembali diadakan pertemuan yang dihadiri Agusrin Najamudin, keputusannya harga asset dan saham PT.CKI disepakati dibeli dengan harga Rp 33,3 miliar.

Dengan tahapan pembayaran 1-10 Juli 2019 PPJB Rp 10 miliar, 1-10 November 2019 Rp 11,65 miliar, dan dan 1-5 Februari 2020 AJB Rp 11,65 miliar.

BACA JUGA:  Pastikan e-Warung Bebas Intervensi 9 Juli 2019 dibuatkan PPJB saham Antara PT. TAC dan PT.API dan Gentlemen Agreement Antara PT. API dan PT.CKI. 10 Juli 2019 dibuatkan perjanjian jual beli aset antara PT .API dan PT.CKI.

12 Juli 2019  PT.API melakukan transfer dari bank BNI ke rekening BCA PT.TAC No : 7310883888 sebesar Rp 525  juta dan ke rekening BCA PT.CKI sebesar Rp 1,975 miliar. Sesuai dengan Gentlement Agreement diatas.

16 Juli  diserahkan 2 lembar cek tunai PT.API,  Bank BNI : CP 527029 sebesar Rp 10,5 miliar tertanggal 9 Agustus 2019 dan CP 527030 sebesar Rp 20 miliar tertanggal 20 Desember 2019 untuk memenuhi kesepakatan dengan TAC dan CKI.

Sekaligus di hari yang sama PT. TAC menyerahkan jaminan cek no CY755454 senilai Rp 10,5 miliar tertanggal 9 Agustus 2019 dan Cek  PT.CKI sebesar Rp 9,5 miliar tertanggal 9 Agustus 2019. “Kedua cek tersebut diminta pihak PT.API untuk jaminan apabila terjadi dobel transfer dari PT. API maupun dari bank BNI .Dimana diatur dalam kesepakatan Gentlemen Agreement yang disebutkan diatas,” kata Andreas menjelaskan.

5 Agustus 2019 PT. API melakukan transfer melalui bank BNI ke rekening BCA PT. CKI sebesar Rp 4,7 miliar- tertulis angsuran DP mesin pabrik PT. CKI.  “Dimana harusnya angka yang disepakati adalah sebesar Rp 10,5 miliar seperti yang tertera pada cek BNI yang diberikan kepada PT. TAC,” katanya.

“Tidak pernah ada penjelasan resmi tertulis dari PT.API  mengenai hal tersebut kecuali pembicaraan Agusrin melalui Whatsapp ke ibu Lily tertanggal 10 Agustus 2019 yaitu : akan dibayar sisanya hanya menunggu pencairan dari bank dikarenakan ada sedikit data yang bank perlukan,” sambungnya.

24 Agustus 2019, beber Andreas,  Agusrin kembali memberi pernyataan melalui Whatsapp ke Lily bahwa bulan Agustus tersebut akan ada pencairan lagi dari bank untuk membayar sisa kekurangan Rp 5,8 miliar.

BACA JUGA:  Jilid II Jual Beli Lahan Hibah Pemkot, Kajari: Pasti Ada Tersangka Baru 25 Oktober 2019 setelah beberapa kali PT. TAC menanyakan kekurangan dana tersebut diatas namun tidak ada kabar berita dari PT. API termasuk dari Agusrin selaku penjamin, maka PT. TAC mencairkan cek tunai BNI no : CP  527029, dan hasilnya ditolak karena dana tidak cukup.

Selanjutnya pada 6 Januari 2020 kembali diadakan pertemuan dengan Agusrin di Citos untuk membicarakan hal itu. Pertemuan ini dihadiri pula oleh kuasa hukum PT. TAC. Namun tidak ada kepastian pembayaran .

10 Februari 2020 PT. TAC kembali mencairkan cek yang jatuh tempo 20 Desember 2019 setelah menginformasikan terlebih dahulu kepada Agusrin sebelumnya dan tidak ada jawaban. Cek kembali ditolak dengan alasan Dana tidak cukup.

“Atas dasar  penolakan cek-cek tersebut diatas maka PT. TAC menunjuk kuasa hukumnya yaitu dari Eternity Global Lawfirm untuk memberikan somasi kepada PT. API yang kemudian dilanjutkan dengan melaporkan PT.API ke Polda Metro Jaya atas dugaan penipuan terhadap PT.TAC,” demikian Andreas.

Dia juga mengeomentarai pihak Agusrin yang menilai PT TAC melakukan pemaksaan atau pemerasan. “Kalau dinilai ada pemaksaan, tapi ada tanda tangan empat perjanjian ditandatangani oleh semua pihak. Kalau merasa dipaksa, kembalikan dari awal. Kalau merasa diperas, silakan bikin laporan,”  kata Andreas. (cw2)

Simak Video Berita 

Tags :
Kategori :

Terkait