BACA JUGA:Keren! Simbol Ritual Tabot Dituangkan dalam Bentuk Tarian, Menghadirkan Budaya Tabot Lewat Tarian
Plengkung Gading ini sempat diperbaiki bentuk aslinya di tahun 1986 untuk menjaga keasliannya.
Melansir dari Badan Pelestarian Cagar Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta, dahulu terdapat parit yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap serangan musuh.
Diketahui parit tersebut memiliki lebar sampai 10 meter dengan kedalaman 3 meter, akan tetapi di tahun 1935 parit itu hilang dan saat ini telah dijadikan sebagai jalan.
Ada juga jembatan gantung di setiap Plengkung yang berfungsi sebagai jalan untuk masuk ke dalam benteng dengan melewati parit, kalau musuh datang maka jembatan akan ditarik ke atas menjadi pintu penutup Plengkung.
BACA JUGA:Tari Bubu Terinspirasi Tradisi dan Budaya Masyarakat Bengkulu, Begini Asal Usul dan Maknanya
Walaupun kawasan Plengkung Gading ini sering dilalui oleh para wisatawan yang berkunjung ke Yogyakarta, akan tetapi lain hal dengan sang Sultan yang tak boleh melewatinya kawasan ini.
Walaupun demikian terdapat aturan yang melekat di kawasan-kawasan tersebut, hal inilah yang menyebabkan Sultan Yogyakarta dilarang untuk melintas kawasan tersebut.
Adapun kawasan Plengkung Gading ini dilarang untuk dilewati oleh sang Sultan Yogyakarta, kawasan ini merupakan salah satu bangunan bersejarah yang ada di sekitar Keraton Yogyakarta.
Lokasinya terletak di sebelah selatan Keraton Yogyakarta, atau sekitar 300 meter kalau ditempuh dari alun-alun kidul.
Yang konon katanya, larangan melewati di Plengkung Gading untuk Raja atau Sultan yang masih hidup dan menduduki tahtanya ini telah ada sejak masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwono I.
BACA JUGA:Festival Tunas Bahasa Ibu Ditutup, Tekankan Pentingnya Pelestarian Budaya dan Bahasa Daerah
Ternyata semua ini berawal dari tradisi di masa kerajaan Mataram, yang mana Plengkung Nirbaya ini dipakai sebagai pintu keluar pada saat ada raja atau sultan yang mangkat atau wafat.
Sampai pada saat ini kawasan Plengkung Gading ini merupakan satu-satunya pintu keluar bagi jenazah raja sebelum dimakamkan pada Makam Raja-raja di Imogiri Bantul.
Oleh karena itulah, raja atau sultan yang masih hidup dan menduduki tahta kerajaan tidak diperbolehkan untuk melewati kawasan Plengkung Gading ini.
Selain itu, di bangunan Plekung Gading ini juga memiliki mitos yang masih melekat dan beredar di masyarakat setempat.