KPU hanya memasukkan Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan
Walikota Menjadi Undang-Undang.
“Semestinya KPU memasukkan Putusan MK, karena Putusan MK secara teori sama dengan undang-undang. Namun KPU juga punya kewenangan dalam menyusun peraturan teknis terkait pelaksanaan Pilkada,” sampai Ahmad Wali.
BACA JUGA:Mudik Makin Aman, BPJS Kesehatan Siapkan Pelayanan JKN Selama Libur Lebaran
BACA JUGA:Cara Mudah Mencairkan JHT di BPJS Ketenagakerjaan secara Online
Tentu bagi yang tidak setuju terhadap PKPU yang sudah disahkan, bisa melakukan upaya hukum dengan mengajukan Judicial Review ke Mahkamah Agung (MA).
Jika baru dipermasalahkan setelah selesai perhitungan hasil Pilkada, maka kembali berujung di Mahkamah Konstitusi (MK).
“Kalau tidak setuju setelah itu disahkan sesuai draf, ya harus melakukan Upaya Hukum Pengujian PKPU ke Mahkamah Agung, Judicial Review. Kalau setelah Pilkada, maka ke MK, Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU). Di sana nanti bisa kita lihat, apakah MK konsisten dengan putusan MK itu sendiri yang sudah diputuskan sebelum pelaksanaan Pilkada,” demikian Ahmad Wali.**