Padahal, Mahkamah Konstitusi RI telah membatalkan pasal berita bohong yang menimbulkan keonaran dan pasal pencemaran nama baik pada UU No 1 Tahun 1946 dan KUHP pada 21 Maret 2024.
RUU Penyiaran ini juga berpotensi melanggengkan kartel atau monopoli kepemilikan lembaga penyiaran dengan menghapus pasal 18 dan 20 dari UU Penyiaran No 32/2002, yang membatasi kepemilikan TV dan radio.
"Hilangnya pasal-pasal ini akan memperkuat penguasaan TV dan radio oleh konglomerasi tertentu," ujar Yunike.
Jika draf RUU Penyiaran ini disahkan, maka akan menjadi kemunduran demokrasi, diskriminatif terhadap hak-hak publik, dan membungkam pers independen.
AJI Bengkulu mengingatkan pentingnya menjaga kebebasan pers dan berekspresi demi keberlangsungan demokrasi di Indonesia.