BENGKULU, RAKYATBENGKULU.COM - Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran terus menuai kritik dan penolakan dari berbagai pihak, termasuk Dewan Pers, komunitas pers, dan akademisi.
Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bengkulu, Yunike Karolina, menyatakan bahwa RUU Penyiaran versi Maret 2024 mengandung sejumlah pasal problematik yang mengancam kebebasan pers dan berekspresi di Indonesia.
Yunike Karolina menyoroti pasal 50 B ayat 2 huruf c yang melarang praktik jurnalisme investigasi. Menurutnya, jurnalisme investigasi adalah inti dari jurnalisme profesional.
"Jika RUU ini disahkan, publik hanya akan mendapatkan informasi yang dangkal, membatasi kontrol sosial," ungkap Yunike, Selasa, 28 Mei 2024.
BACA JUGA:PWI Pusat Tegaskan RUU Penyiaran Melanggar UU Pers, Perlu Perbaikan
Hal ini bertentangan dengan UU Pers Nomor 40 Tahun 1999, khususnya pasal 4 ayat 2 yang menyatakan bahwa pers nasional tidak boleh dikenakan penyensoran, pembreidelan, dan pelarangan penyiaran.
RUU ini juga memberi wewenang kepada KPI untuk melakukan penyensoran dan pembreidelan konten di media sosial, yang akan mengancam kebebasan kreator konten dan lembaga penyiaran yang mengunggah konten di internet.
Konten siaran di internet wajib mematuhi Standar Isi Siaran (SIS), yang dinilai mengancam kebebasan pers dan melanggar prinsip-prinsip HAM yang diatur dalam Pasal 34 hingga 36.
RUU Penyiaran juga mengalihkan penyelesaian sengketa pers dari Dewan Pers ke KPI, sebagaimana diatur dalam pasal 8 A ayat (1) huruf q.
BACA JUGA:Pemprov Bengkulu Pastikan Jalan Trans Enggano Rampung 2024, Ini Detail Proyeknya
Sengketa pers akibat putusan KPI dapat diselesaikan melalui pengadilan, sebagaimana diatur dalam pasal 51 E. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan potensi kriminalisasi jurnalis.
Dengan banyaknya pasal problematik, AJI Bengkulu mendesak pemerintah untuk mengkaji ulang RUU Penyiaran dan menghapus pasal-pasal yang mengancam kebebasan pers dan berekspresi.
"Libatkan Dewan Pers dan kelompok masyarakat sipil dalam revisi ini untuk memastikan kebebasan pers, demokrasi, dan HAM tetap terjaga," tegas Yunike.
Selain mengancam kebebasan pers, RUU Penyiaran juga mengancam kebebasan berekspresi melalui ancaman terhadap kabar bohong dan pencemaran nama baik, sebagaimana diatur dalam pasal 50B ayat 2K.
BACA JUGA:Mukomuko Ajukan Penambahan 17 Formasi CASN untuk Lulusan SMA