Catatan Zacky Antony
DUA orang Polwan yang berjaga dekat pintu masuk ruang kerja Kapolda langsung berdiri saat sang jenderal akan masuk ruangan. Masih mengenakan seragam olahraga, dia langsung menyalami kami yang menunggu di ruang tunggu.
Dia adalah Irjen Pol Armed Wijaya, MH, Kapolda Bengkulu. Armed menjabat Kapolda Bengkulu sejak 23 Desember 2022. Sudah menjadi kebiasaan, aktivitas Jumat pagi di Polda Bengkulu adalah olahraga. “Ayo masuk,” ajak jebolan Akpol 1988 itu.
Ruang kerja Kapolda Bengkulu sekarang sudah pindah ke gedung baru. Tapi sama-sama terletak di lantai 2. Ruangan yang baru ini jauh lebih luas dibanding ruang kerja di gedung lama yang terletak bersebelahan. Di gedung yang baru ini, ruang tunggu untuk para tamu juga lebih besar.
Jumat (14/2) pagi sekitar pukul 09.30 WIB, kami memang dijadwalkan beraudiensi dengan Kapolda. Saya tidak sendirian. Saya bersama dua teman yang lain, yaitu Ketua PWI Provinsi Bengkulu Marsal Abadi dan seorang pengurus PWI Pusat, Musrifah dari Departemen Polri.
Diskusi ringan mengalir begitu saja. Selama lebih kurang 1 jam. Mulai masalah keamanan Pilkada, dunia media, radikalisme, LP yang overload, pendidikan, pembangunan daerah, sampai urusan kesejahteraan masyarakat. Termasuk rencana setelah tidak lagi menjadi Kapolda. Armed Wijaya kebetulan akan purna tugas pada September 2024 mendatang.
Mengenai rencana setelah pensiun, mantan Kapolres Bontang Kalimantan Timur itu mengatakan rencana menghabiskan masa tua dengan berkebun. Dunia yang tenang. Jauh dari hiruk pikuk politik.
Apa tidak ada rencana mencalon gubernur? Sambil tersenyum, Kapolda mengatakan hal itu belum ada dalam rencananya. Dia menyadari, untuk maju Pilkada, baik sebagai gubernur atau wagub, membutuhkan modal politik yang besar. “Semuanya tidak bisa dilepaskan dari modal,” katanya sambil menggesekkan jempol dan jari telunjuk sebagai tanda money.
Teman saya Musrifah coba menggugahnya dengan mengutip ayat Alquran bahwa kalau Tuhan menghendaki Dia cukup berkata “Kun Fayakun” jadilah, maka jadilah. Tapi Armed kelihatan tidak terpancing. Menurutnya, modal uang adalah syarat nomor 1 untuk mencalon Pilkada dalam sistem politik seperti sekarang. Syarat berikutnya baru massa pendukung. “Kalaupun massa pendukung ada, tapi kembali ke syarat nomor 1,” katanya sambil tertawa.
Kalaupun ingin mencalon Pilkada, menurut pria kelahiran Palembang 22 Agustus 1966, yang lebih memungkinkan adalah maju di Bengkulu, bukan di Jambi daerah asalnya. “Saya dua tahun tugas di Bengkulu,” katanya.
Tapi Kapolda tidak terpancing ketika teman saya yang lain, Marsal Abadi bertanya apakah bersedia seandainya diajak berpasangan oleh Rohidin Mersyah (calon incumbent). Menurut Armed, hal itu kecil kemungkinan. Sebab, Gubernur Rohidin Mersyah tentu akan memilih pasangan yang punya modal uang banyak. “Pasti beliau juga punya pilihan-pilihan. Yang menjadi pilihan tentu yang banyak uangnya,” tepis Armed Wijaya.
Keadilan Restoratif
Obrolan juga menyinggung soal konsep RJ (Restorative Justice) atau keadilan restoratif untuk perkara-perkara pidana dengan nilai nominal kecil atau konflik-konflik di tengah masyarakat. Menurut Kapolda, pendekatan RJ penting dalam konteks sistem hukum di Indonesia. Tidak semua harus diselesaikan dengan pendekatan hukum pidana. “Menuh-menuhin penjara aja,” katanya menanggapi perkara-perkara kecil yang sebenenarnya bisa diselesaikan secra musyawarah atau perdamaian.
Penyelesaian perkara melalui RJ mengedepankan cara-cara melalui perdamaian dan pemulihan kembali keadaan semula. Penyelesaian melalui RJ ini sudah diatur di dalam Peraturan Polri Nomor 8 tahun 2021 Tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif dan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 Tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Dikatakan Kapolda, pendekatan RJ tidak lepas dari peran Prof. Dr. Mahfud MD saat menjabat Menko Polhukam. Armed juga turut terlibat dalam menggulirkan ide RJ tersebut ketika masih bertugas di Kementerian Polhukam sebagai Deputi V Bidang Koordinasi Keamanan dan Ketertiban Masyarakat.