Sudah Ada Sejak Abad ke-15, Ini Pandangan Islam Terhadap Tradisi Sekaten yang Ada di Yogyakarta

Kamis 05-09-2024,14:31 WIB
Reporter : Hendri Saputra
Editor : Heri Aprizal

Melalui kegiatan yang bernuansa budaya lokal, Islam diperkenalkan dengan cara yang lebih mudah diterima oleh masyarakat.

2. Perspektif Negatif

BACA JUGA:Mandi Rempah Tradisional vs Modern: Pilih Mana yang Cocok untuk Wanita?

BACA JUGA:Sejarah dan Asal Usul Tradisi Panjat Pinang pada 17 Agustus

   - Adanya Sinkretisme: Beberapa ulama memandang Sekaten sebagai bentuk sinkretisme, yaitu percampuran ajaran Islam dengan tradisi Hindu-Buddha yang ada sebelumnya. 

Misalnya, upacara-upacara tertentu, penggunaan sesaji, dan unsur-unsur ritual lainnya dianggap tidak sejalan dengan ajaran Islam yang murni.

   - Adanya Unsur Hiburan Duniawi: Sekaten juga diramaikan dengan pasar malam, permainan, dan pertunjukan yang lebih berfokus pada hiburan.

Yang menurut sebagian pandangan Islam bisa mengalihkan perhatian dari esensi spiritual peringatan Maulid Nabi.

BACA JUGA:8 Jenis Makanan Fermentasi Tradisional Indonesia yang Populer, Termasuk dari Bengkulu

BACA JUGA:Tradisi Rampogan Macan Jadi Penyebab Punahnya Harimau Jawa

Sejarah dan Asal Usul

Tradisi Sekaten berasal dari kata Syahadatain (dua kalimat syahadat), yang merujuk pada pernyataan dua kalimat syahadat yang merupakan syarat masuk Islam. 

Tradisi ini dikaitkan dengan upaya para Sultan Demak untuk menyebarkan Islam di Pulau Jawa. 

Sultan-sultan Demak mengemas dakwah Islam dalam bentuk budaya yang sudah familiar bagi masyarakat Jawa, sehingga tradisi ini lebih mudah diterima.

Rangkaian Acara Sekaten

Acara Sekaten biasanya berlangsung selama seminggu atau lebih, dimulai dengan tabuhan gamelan Kyai Sekati di halaman masjid agung.

Kategori :