MUKOMUKO, RAKYATBENGKULU.COM - Petani di Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu, telah melakukan aksi penggalangan donasi untuk PT Daria Dharma Pratama (DDP) dengan tujuan menghimpun dukungan bagi mereka dalam memperjuangkan hak atas tanah.
Aksi ini dilakukan beberapa orang petani di depan kantor PT DDP Mukomuko dengan memasukkan uang senilai seribu rupiah ke dalam kotak bertuliskan 'Rp1000,- untuk PT DDP atas gugatan terhadap petani'.
Selain itu, para petani juga membentangkan spanduk yang bertuliskan 'PT DDP menggugat petani 7,2 Miliar'.
Aksi ini bertujuan menghimpun dukungan kepada para petani, untuk bersama-sama meminta Majelis Hakim Mahkamah Agung (MA) agar membatalkan seluruh gugatan PT DDP Mukomuko terhadap 3 orang Petani Tanjung Sakti.
BACA JUGA:Honda Big BOS Sulawesi Journey 2: Petualangan Berkendara dan Penjelajahan yang Menantang
BACA JUGA:Polisi Kembali Lakukan Olah TKP Kasus Pengeroyokan Dua Warga Jambi hingga Tewas di Bengkulu
Sejak beberapa tahun lalu, petani Tanjung Sakti telah mengalami konflik dengan PT DDP terkait dengan status lahan yang tidak jelas.
Para petani mengklaim bahwa lahan tersebut telah digunakan oleh mereka sebelum HGU (Hak Guna Usaha) diperoleh oleh PT DDP.
"Gugatan PT DDP terhadap Petani Tanjung Sakti tidak adil dan tidak berpihak pada masyarakat petani," kata Harapandi, salah seorang dari 3 petani yang digugat PT DDP.
Konflik ini tidak hanya terjadi antara PT DDP dan Petani Tanjung Sakti, namun juga dengan Petani Maju Bersama di Malin Deman, Koalisi Masyarakat sipil, Masyarakat Bunga Tanjung, dan Retak Mudik.
BACA JUGA:Astra Motor Bengkulu Kampanyekan Keselamatan Berkendara di SMKS 2 Kota Bengkulu
BACA JUGA:5 Penyebab Mual Saat Menstruasi dan Cara Mengatasinya
"Kami mendukung aksi yang dilakukan di depan Kantor PT DDP Mukomuko tersebut, karena sebagai bentuk menyelamatkan kampungnya dan demi mempertahankan kehidupan masyarakat petani," kata Ahmad Husen, mantan Kepala Desa Sibak.
Dikutip dari catatan akhir Tahun Konsorsium Pembaharuan Agraria, Sekretaris Jenderal KPA Dewi Kartika mengatakan, KPA menilai salah satu pemicu bertambah luasnya ladang konflik dan banyaknya warga yang terkena dampak adalah adanya upaya perusahaan perkebunan merebut lahan masyarakat dengan dalih mengantongi HGU.
Tak sedikit pula terjadi perampasan tanah masyarakat oleh korporasi yang memperluas area usahanya tanpa hak.