RAKYATBENGKULU.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengingatkan bahwa Indonesia sebagai negara dengan pasar yang besar dan dengan jumlah penduduk terbesar ke-4 di dunia, yaitu 280 juta jiwa harus mampu melindungi pasar domestik dan juga harus mampu memasarkan produk nasional.
"Agar kita mampu menguasai pasar di dalam negeri dan juga terus merambah secara luas di pasar luar negeri," ujar Presiden dalam sambutannya pada pembukaan Trade Expo Indonesia ke-39 Tahun 2024 di ICE BSD, Kabupaten Tangerang, Banten, Rabu.
Alasannya, kata Presiden, banyak negara saat ini mulai khawatir soal over produksi di China.
BACA JUGA:Gubernur Bengkulu: Presiden Agendakan Resmikan Jalan Trans Enggano pada Akhir September 2024
BACA JUGA:Kanopi Hijau Indonesia: Presiden Jokowi Harus Tanggung Jawab atas 9 Nawadosa
"Sudah banyak dibahas secara luas soal over produksi di China, banyak negara sudah mulai khawatir dan bersiap melindungi pasar domestiknya dari masuknya produk impor dari China yang masif dengan harga yang jauh lebih murah," ucapnya.
Untuk itu, Presiden meminta agar pemasaran produk-produk dalam negeri jangan dilakukan dengan cara konvensional karena saat ini sudah masuk era digital.
"Pemasaran juga jangan selalu dengan cara-cara konvensional, sekarang sudah eranya digital. Kita harus masuk secara masif ke arah sana untuk memasarkan produk-produk negara kita Indonesia. Saat banyak negara melakukan restriksi akibat perang dagang, menurut saya di situ ada peluang. Saat banyak negara mengalami inflasi tinggi, menurut saya di situ juga ada peluang," katanya.
BACA JUGA:Presiden Tekankan Pentingnya Cadangan Data Berlapis kepada Gubernur
BACA JUGA:Presiden: Penggunaan Produk Lokal Kabupaten/Kota Masih 41 Persen
Lebih lanjut, Jokowi mengatakan bahwa saat ini dunia masih belum pulih, ekonomi global masih tumbuh lambat di kisaran 2,6-2,7 persen. Inflasi, kata dia, juga masih menghantui banyak negara.
"Perkiraan inflasi global di kisaran 5,9 persen," ungkap Presiden.
Selanjutnya, Kepala Negara juga menyampaikan perang konvensional dan perang dagang saat ini masih terus berlangsung yang membuat negara-negara melakukan kebijakan restriksi perdagangan.
"Saat ini, setidaknya ada 19 negara yang melakukannya, semua itu membuat volume perdagangan global menjadi lesu," tuturnya.