
RAKYATBENGKULU.COM – Usulan kuasa hukum yang ingin menjadikan pasangan pengantin anak viral, SMY (14) dan SR (17), sebagai duta antipernikahan dini, menuai penolakan tegas dari Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram.
Ketua LPA Mataram, Joko Jumadi, menyatakan dengan lantang bahwa pihaknya menolak keras usulan tersebut.
Ia menilai langkah tersebut tidak hanya tidak masuk akal, tetapi juga bertentangan dengan semangat pencegahan perkawinan usia anak.
“Tidak mungkin mereka korban menjadi duta perkawinan anak. LPA jelas menolak!” tegas Joko usai menghadiri pertemuan dengan Gubernur NTB terkait upaya pencegahan kekerasan seksual di Mataram, Senin (16/6), dikutip dari AntaraNews.com.
BACA JUGA:Meninggal Saat Perjalanan Pulang, Haji Isarno Dikenang Sebagai Sosok Guru Berwibawa
BACA JUGA:Jemaah Haji Asal Bengkulu Selatan Wafat Saat Perjalanan Pulang, Dimakamkan di TPU Gunung Tiga
Menurut Joko, menjadi duta antipernikahan usia anak seharusnya diemban oleh mereka yang menolak secara sadar praktik tersebut.
Sementara SMY dan SR adalah korban dari lemahnya sistem pengawasan dan pencegahan di masyarakat.
“Kalau mereka jadi duta, itu malah jadi duta perkawinan anak, bukan anti. Lebih masuk akal jika yang pernah gagal atau mengalami dampak negatif dari perkawinan dini yang dijadikan duta, agar mereka bisa memberi pelajaran bagi anak-anak lain,” jelasnya.
Usulan kontroversial itu pertama kali dilontarkan oleh kuasa hukum orang tua pasangan, Muhanan.
BACA JUGA:Pelantikan PPPK Tahap I 2024 di Mukomuko Digelar 24 Juni, Ini Detailnya
BACA JUGA:Petani Mukomuko Diuntungkan! Tengkulak dan Bulog Berebut Beli Gabah
Ia beralasan bahwa SMY dan SR layak dijadikan duta karena mereka korban dari sistem yang tidak mampu mencegah pernikahan usia anak.
Namun argumen itu dinilai kurang bijak mengingat perkawinan anak memiliki dampak jangka panjang secara psikologis, sosial, bahkan kesehatan.
BKKBN merekomendasikan usia ideal menikah bagi perempuan adalah 21 tahun dan laki-laki 25 tahun demi kesiapan mental dan fisik pasangan.