Kembalikan Tanah Rakyat! Suara dari Bengkulu untuk Mengakhiri Monopoli Lahan Korporasi

Rabu 24-09-2025,21:57 WIB
Reporter : Heri Aprizal
Editor : Heri Aprizal

“Kami tidak anti-investasi. Tapi keadilan agraria harus ditegakkan. Jika tanah terus dimonopoli korporasi, jurang ketimpangan akan makin lebar. Konflik agraria akan terus terjadi sepanjang negeri ini berdiri,” kata Julius lantang.

Reforma agraria menjadi mendesak karena menyangkut distribusi keadilan. Tanah yang produktif harus kembali ke tangan rakyat kecil agar bisa menopang ketahanan pangan nasional, mengurangi kesenjangan ekonomi, sekaligus menjaga kelestarian lingkungan.

Aksi ini bertepatan dengan peringatan Hari Tani Nasional, momentum refleksi bagi rakyat yang hidup dari tanah. Namun bagi para petani, peringatan itu tidak boleh berhenti pada seremoni, melainkan harus menjadi tonggak perjuangan.

BACA JUGA:Pidato Presiden di PBB Tunjukkan Komitmen Kuat Jaga Perdamaian

BACA JUGA:Persiapan Matang, Pemprov Bengkulu Siap Sukseskan Gerakan Tanam Jagung Nasional di Bengkulu Tengah

“Korporasi sudah diberi waktu panjang. Tiga dekade bukanlah waktu sebentar. Jika hasilnya tidak kembali ke rakyat, lalu untuk apa diteruskan?” teriak seorang orator aksi.

Gerakan Nasional “Kembalikan Tanah Rakyat”

Aksi di Bengkulu hanyalah satu titik dari rangkaian kampanye nasional bertajuk “Kembalikan Tanah Rakyat”. Gerakan ini akan berlanjut dengan aksi damai, diskusi publik, hingga advokasi kebijakan ke pemerintah pusat.

Masyarakat luas diundang untuk bergabung, memperjuangkan kedaulatan agraria yang adil, lestari, dan berpihak pada rakyat.

Di balik teriakan massa, ada kisah-kisah personal yang menyayat hati. Seorang petani muda bercerita bagaimana ia kehilangan sawah warisan orang tuanya karena masuk wilayah konsesi perusahaan.

BACA JUGA:Gubernur Bengkulu Respons Tuntutan Aksi Reforma Agraria Sejati

BACA JUGA:Kasus DBD di Mukomuko Turun Drastis, Dinkes Tetap Imbau Masyarakat Waspada

“Kami hanya bisa menonton. Dulu sawah itu sumber beras keluarga, sekarang jadi kebun sawit,” tuturnya.

Cerita seperti ini menegaskan bahwa persoalan agraria bukan hanya tentang hektare tanah, melainkan tentang hilangnya masa depan generasi dan terkikisnya identitas komunitas lokal.

Menagih Janji Reforma Agraria Sejati

Menjelang sore, aksi damai di depan kantor gubernur ditutup dengan doa bersama. Massa lalu serentak meneriakkan yel-yel:

“Tanah untuk Rakyat! Kembalikan Tanah yang Dipinjamkan kepada Korporasi!”. Suara itu menggema, mengingatkan bahwa perjuangan rakyat belum selesai.

Perjuangan rakyat Bengkulu hari ini adalah potret kecil dari persoalan besar bangsa. Ketika tanah lebih mudah diberikan kepada korporasi dibanding rakyat kecil, maka cita-cita keadilan sosial akan selalu terasa jauh.

Kategori :