HONDA

24 Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak di Kepahiang Tanpa Pendampingan Pemkab

24 Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak di Kepahiang Tanpa Pendampingan Pemkab

KEPAHIANG - Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satuan Reserse Kriminal (Sat Reskrim) Polres Kepahiang merangkum sebanyak 24 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak terjadi dalam kurun 9 bulan selama tahun 2020 ini.

Hanya saja dari penanganan perkara tersebut tidak ada satu pun perkara yang korbannya mendapatkan pendampingan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kepahiang melalui Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P2KBP3A).

Hal ini diakui Kapolres Kepahiang AKBP Suparman, S.IK, M.AP melalui Kasat Reskrim AKP Umar Fatah, SH, MH. Menurutnya dalam penanganan perkara kekerasan perempuan dan anak ini, Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan satuan tugas yang ada harus berperan aktif dalam melakukan pendampingan terhadap korban, khususnya pemulihan psikologis para korban yang turun atas kejadian yang dialaminya.

"Sejauh ini yang terus terlihat melakukan pendampingan adalah Pekerja Sosial (Peksos) dari Kementerian Sosial dalam setiap perkara yang kita tangani. Kalau dari pemerintah daerah hingga saat ini belum ada," ungkap Umar.

Dikatakan Umar, pihaknya sudah melakukan koordinasi dengan OPD dan satgas terkait mengenai tindak lanjut pendampingan terhadap korban kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Kepahiang. Namun diakui Umar bahwa tidak ada kelanjutan dari koordinasi yang dilakukan oleh pihaknya tersebut.

"Alasannya masih alasan yang lama itulah, soal tidak ada anggaran. Kalau berbicara anggaran, kami pun terbatas. Namun kami tetap bergerak menuntaskan perkara yang kami tangani," jelas Umar.

Hal senada juga diakui Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kepahiang Ridwan Kadir, SH melalui Kasi Pidum Lucky Selvano, SH. Pihaknya juga sudah beberapa kali memanggil pihak P2KBP3A Kabupaten Kepahiang, namun persoalan anggaran yang minim selalu menjadi alasan bagi OPD tersebut untuk belum melakukan pendampingan.

"Kita bicara fair saja, beberapa kali kita sudah lakukan pemanggilan untuk koordinasi. Tapi alasannya banyak sekali, dan balik-balik lagi persoalannya di anggaran. Padahal kasus yang melibatkan perempuan dan anak sebagai korban mencapai 24 kasus tahun ini, belum lagi kasus yang melibatkan perempuan dan anak sebagai pelaku kejahatan, angkanya pun cukup tinggi," jelas Lucky.

Ditambahkan Lucky, tak jarang dalam penanganan perkara terkait perempuan dan anak ini pihaknya harus berperan ganda. Selain sebagai aparat penegak hukum, juga sebagai pendamping bagi perempuan dan anak yang berhadapan dengan hukum ini.

"Bahkan ada korban yang kita antar jemput saat pemeriksaan. Ada juga yang baru sudah persalinan dan dalam kondisi down, tetap kita dampingi. Hingga kasarnya membelikan susu anak si korban yang tengah dalam proses perkara, pun pernah kita lakukan. Hal ini harusnya bisa jadi perhatian serius dari Pemkab Kepahiang ke depan, jika kita benar-benar ingin menjadikan kabupaten ini sebagai Kabupaten Layak Anak," demikian Lucky. (sly)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: