Gandeng Latun, Kemenkomarves Tinjau Rencana Lokasi Ekowisata Mangrove
BENGKULU – Keberadaan ekosistem mangrove memiliki dampak terhadap lingkungan dan iklim. Sekaligus memiliki dampak ekonomis yang tinggi. Selain tanamannya dapat diolah menjadi bahan makanan, kosmetik dan obat, kawasan mangrove juga cocok menjadi area ekowisata. Berkaitan dengan hal tersebut, Minggu (14/2), Kepala Bidang Infrastruktur Sumber Daya Air dan Pantai Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi Suraji bersama 2 stafnya meninjau langsung pusat penyemaian mangrove berbasis masyarakat. Lokasinya berada di kawasan aliran sungai Muara Jenggalu Kelurahan Lingkar Barat. Dalam kunjungannya Kemenkomarves bersama Direktur Latun Ari Anggoro, Ketua Koperasi Jasa Sapta Pesona Wisata Rifi Suhendri dan Ketua Umum Mutiara Alam Rimba Raya (MARR) Feri. Pada kesempatan itu Suraji berbincang dengan warga yang ada di daerah Jenggalu. Warga berharap adanya track mangrove dan dermaga apung guna memajukan wisata dan tempat berlabuh perahu-perahu tradisional. Keberadaan track mangrove bisa menjadi destinasi wisata yang ikut meningkatkan perekonomi masyarakat setempat. Sementara dermaga, bisa dimanfaatkan wisatawan juga nelayan yang biasa memanfaatkan kawasan mangrove untuk mencari ikan, kepiting dan udang menggunakan perahu tradisional. “Pembangunan infrastruktur dan rekayasa pantai kawasan ini nantinya diharapkan dapat bersinergi dengan pengembangan kawasan pelabuhan perikanan Pulau Baai maupun aktivitas nelayan di Muara Jenggalu. Sehingga mampu menopang perekonomian masyarakat dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan,” tutur Suraji. Selain dari Kemenkomarves, sarana dan prasarana nurseri mangrove serta kegiatan yang dikelola oleh masyarakat dapat didukung oleh kementerian yang membidangi. Seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Sementara itu, Direktur Latun Ari Anggoro mengungkapkan, lokasi Muara Jenggalu bisa dibangun ekowisata berbasis masyarakat. Seperti wisata susur sungai dengan vegetasi mangrove yang masih alami, wisata pengamatan burung, wisata aktivitas mencari ikan bersama nelayan, wisata kano. “Masyarakat juga bisa wisata edukasi pesisir dan menyaksikan indahnya sunset di sekitar muara dengan menggunakan perahu,” kata Ari. Muara Jenggalu, menurut Ari, memiliki lokasi yang strategis dan harus dikembangkan. Letaknya berada di pusat Kota Bengkulu dan mudah terjangkau. Selain itu masyarakat Jenggalu juga sudah mencontohkan dengan membuat nurseri mangrove untuk merehabilitasi pinggir sungai supaya tidak abrasi. “Maka dari itu, pemerintah harus hadir dalam mengembangkan kawasan tersebut untuk pemanfaatan Muara Jenggalu lebih optimal demi kesejahteraan masyarakat,” ujar Ari. Rehabilitasi Lahan Kritis Rehabilitasi mangrove saat ini menjadi perhatian Kemenkomarves dan kementerian lainnya. Berdasarkan data Kemenkomarves di tahun 2021 ada 182.313 hektare lahan kritis mangrove. Dari luas tersebut, seluas 83.816 hektare berada di 9 provinsi, ditangani oleh BRGM dan KLHK. Sementara 98.497 hektare lahan kritis berada di 25 provinsi lainnya termasuk Bengkulu, ditangani oleh kementerian/ lembaga terkait. Pada buku Sebaran Mangrove Kritis Indonesia yang diterbitkan Kemenkomarves dan KLHK tahun 2018, ekosistem mangrove dengan kondisi baik di Bengkulu hanya seluas 4.393 hektare, dari panjang pesisirnya yang mencapai 345 kilometer. Sementara luas lahan kritis mencapai 393 hektare. Asisten Deputi Pengelolaan Perubahan Iklim dan Kebencanaan Kemenkomarves Kus Prisetihadi mengatakan, saat ini masih ada tumpang tindih. Ia menyarankan perlu ada One Map Mangrove yang disiapkan oleh KLHK sebagai wali data, agar tidak terjadi tumpang tindih dalam lahan rehabilitasi. Menurut Kus, saat ini ada empat ancaman terhadap mangrove. Yakni alih fungsi lahan menjadi industri, pemukiman dan tambak, pencemaran limbah, ilegal logging dan eksploitasi kawasan, serta meningkatnya laju abrasi sebesar 1.950 hektare. Terkait rehabilitasi mangrove, program ini tidak hanya dilakukan oleh Kemenkomarves saja. Tapi juga harus melibatkan para pemangku kepentingan seperti Kemenko Ekon, KLHK, KKP, Bappenas, pemerintah daerah, LSM, swasta, organisasi internasional hingga mitra strategis pembangunan. “Langkah konservasi mangroe dapat mengurangi 10-31 persen dari estimasi emisi tahunan dari sektor penggunaan lahan di Indonesia,” kata Kus Prisetihadi saat Media Gathering via webinar bertema Konservasi Mangrove, Mitigasi Bencana dan Perubahan Iklim bersama Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKN) dan The Society of Indonesian Environmental Journalist (SIEJ) pada Kamis (11/2). Kemenkomarves dan lembaga kementerian lainnya menargetkan percepatan rehabilitasi mangrove dengan target luasan hingga 600.000 hektare di 9 provinsi pada 2021-2024. Di tahun 2021, setidaknya seluas 150.000 hektare lahan mangrove direhabilitasi. Rehabilitasi ini utamanya dilakukan di kawasan dengan kriteria lahan kritis, daerah yang rawan bencana tsunami, daerah yang terancam abrasi pantai dan memiliki pelabuhan green port/ CSR perusahaan. (ken)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: