HONDA

Hentikan Dulu Aktitivitas Truk Batu Bara

Hentikan Dulu Aktitivitas Truk Batu Bara

BENGKULU - Pemerintah daerah diminta untuk menangkap desakan dari masyarakat agar menghentikan terlebih dahulu aktivitas truk batu bara. Sepanjang belum mau mengikuti regulasi atau aturan yang berlaku.

Sebagaimana diatur dalam Perda Nomor 1 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Seperti diatur dalam Pasal 101, bahwa wajib tonase angkutan tidak boleh melebihi kapasitas kelas jalan kelas III maksimal 8 ton. Perusahaan pertambangan terutama batu bara yang ada di Provinsi Bengkulu diminta memilih. Membuat jalan khusus atau memperperbaiki jalan rusak milik pemerintah  yang telah dilalui.

“Lebih baik dihentikan sementara sampai ada solusi atau jalan tengah. Jangan sampai polemik di masyarakat makin memanas,” kata Ketua Perkumpulan Gerakan Kebangsaan (PGK) Provinsi Bengkulu Hendri Satrio, tadi malam.

Ketua Asosiasi Pengusaha Batu Bara (APBB) Ir. H. Sutarman, MM menjelaskan erkait Perda mengatur membatasi muatan truk batu bara, pihaknya sudah membahasnya sejak 2013 lalu. Sebagai pemegang IUP, dipastikan tidak masalah dengan aturan itu.

"Namun pada waktu itu mendapat respon dari para sopir angkutan, karena mereka merasa dengan mengangkut 8 ton yang termasuk dengan mobilnya. Yang dihitung hitung itu hanya membawa 5,5 ton muatan kargonya yang dibawa. Kalau dihitung-hitung nya tidak ekonomis, dengan jarak yang sedemikian jauh namun hanya membawa 5 tonan. Maka secara bisnis ini tidak masuk, makanya mereka tetap memuat kargonya rata rata 10 ton, baru mereka dapat," jelasnya.

Dijelaskannya, dalam aturan kan tidak boleh ada diskriminatif. Apabila mau ditertibkan dari Perda itu, maka tidak bisa hanya berlaku bagi batu bara saja. Namun juga untuk hasil tambang lainnya dan semuanya. Kemudian, jika pembahasan mengarah ke penggunaan jalan khusus angkutan hasil tambang. Menurutnya, dilihat secara geografis itu untuk merancang jalan khusus itu tidak mungkin untuk Bengkulu. Karena daerah ini memiliki karakter berbukit dan di pinggir pantai pula.

"Artinya itu harus ada jalan alternatif diluar jalan sekarang, inikan makna jalan khusus. Dulu pernah dulu Kita rancang, buat jalan di Bengkulu Tengah. Dari Taba Penanjung ke arah air Sebakul. Tapi belakangan muncul jalan tol, maka dibatalkan itu. Jadi hanya dari Bangkulu Tengah ke jalan tol," paparnya.

Sementara, untuk di wilayah Bengkulu Utara itu,jika memang tidak ada jalan khusus maka ia berpendapat ada dua alternatif. Pertama menaikan kelas jalan, mengingat saat ini kan kelas jalan di Provinsi Bengkulu tidak memenuhi syarat untuk muatan di atas 8 ton. Ini persoalan sejak 2013, lanjut Sutarman, bahwa masalah di kelas jalan dan Pemerintah menyatakan tidak ada dana untuk menaikan kelas jalan ini.

"Sehingga sampai hari ini seperti inilah konfliknya. Alternatif kedua, mengoperasionalkan GT yang ada di Bengkulu Utara, Injatama dan Titan Wijaya yang sampai hari ini belum bisa beroperasi. Ini yang memperparah," kata Sutarman.

Sehingga mau tidak mau semua batu bara, kata Sutarman, harus di bawa ke Pulau Baai melalui jalur darat. Baik yang untuk reguler artinya untuk ekspor maupun untuk kepentingan PLTU.

"Itu kan di PLTU di Pulau Baai ada fasilitas GT nya, dermaga untuk unloading untuk GT Injatama dan GT Titan. Kami pun sudah maraton melakukan pertemuan internal APBB maupun dengan pihak luar. Bahkan hingga ke Dirlantas kita konsultasi tentang ini," tukasnya.

Aksi di Depan Kantor Gubernur

Di tempat terpisah,  kemarin puluhan massa yang tergabung dari berbagai Organisasi Kepemudaan (OKP) dan masyarakat dari Kabupetan Bengkulu Utara, saat menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Gubernur Bengkulu. Dalam orasinya, diteriakan bahwa Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bengkulu dinilai belum sepenuhnya menegakkan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Bengkulu Nomor 6 tahun 2013 tentang Peraturan Pengguna Jalan Umum dan Jalan Khusus untuk Angkutan Hasil Pertambangan dan Angkutan Hasil Perkebunan. Ini disampaikan oleh Kepala Desa Tepi Laut Kecamatan Air Napal Kabupaten Bengkulu Utara,  Zakaria.

"Jika Pemerintah tidak sanggup untuk menerapkan Perda Nomor 6 tahun 2013 maka lebih baik Perda tersebut dicabut saja," sampainya.

Pihaknya menilai yang seharusnya Perda ini ditegakkan oleh pemerintah daerah. Namun pemerintah daerah sendiri, selama ini abai terhadap perda tersebut. Ditegaskannya, jika perda tersebut tidak ditegakkan lebih baik pemerintah mencabut kembali atau melakukan pembatalan terhadap perda yang mengatur angkutan hasil tambang itu.

Pihaknya menilai Perda ini kondisinya saat ini sangat meresahkan masyarakat terutama di tingkat bawah.  "Ini sangat rentan dan menimbulkan berbagai konflik di tingkat lapangan jangan sampai karena Perda ini timbul konflik horizontal yang terjadi di tingkat masyarakat," jelasnya.

Agar aktivitas masyarakat terkhusus pengguna jalan umum dan jalan khusus ini tidak terganggu. Pihaknya mengajak kepada seluruh lembaga terkait untuk merespon permohonan ini secara positif.

"Kita meminta terciptanya sistem pemerintahan yang baik, tentu kita harapkan dengan adanya tuntut-tuntutan yang kecil seperti ini untuk cepat direspon agar tidak menimbulkan persoalan lebih lanjut," sampainya.

Disisi lain, Sekda Provinsi Bengkulu, Hamka Sabri menyampaikan untuk prihal pengaturan angkutan ini, pihaknya masih akan dikoordinasikan dengan Balai Jalan nasional. Pasalnya, angkutan yang dipermasalahkan kondisinya melewati jalan nasional.

"Untuk jalan nasional itu teknisna balai. Mereka yang lebih paham kalau ada jalan tipe ini, mana yang bisa dilewati angkutan atau tidak," sampainya.

Dewan Minta Tertibkan Truk Batu Bara

Sementara itu Ketua Bapem Perda Bengkulu Utara (BU) Tommy Sitompul meminta Pemkab BU menertibkan truk angkutan batu bara. Mulai dari tonase, truk tronton, debu angkutan, hingga truk batu bara yang sering membuang BB di jalan lantaran tak kuat mendaki.

Hal ini sudah menjadi penolakan masyarakat, hingga berujung aksi demo di Desa Bukit Makmur. Sehingga ia meminta Dinas Perhubungan benar-benar menertibkan aktivitas angkutan truk batu bara agar mematuhi aturan Undang-Undang 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

“Kita minta Dinas Perhubungan untuk tegas mengambil tindakan menertibkan apa yang menjadi keluhan masyarakat,” tegasnya.

Terkait hal itu Plt Kadis Perhubungan Nur Imansyah menuturkan jika saat ini Dishub Provinsi tengah berkoordinasi dengan Balai Jalan dan Pemprov. Ini lantaran status jalan nasional dan Provinsi yang dilalui truk BB dan terkait dengan perizinan perusahaan.

“Kita menunggu dari Pemprov, terkait permasalahan ini dan protes warga juga sudah kita sampaikan,” terangnya.

Terkait penertiban, ia menuturkan jika penindakan truk oleh Dinas Perhubungan harus dilakukan di kawasan Dishub diantaranya Jembatan Timbang dan terminal. Namun saat ini BU belum memiliki terminal truk angkutan.

“Termasuk juga kita tidak memiliki jembatan timbang untuk melakukan pengecekan tersebut,” ujarnya.

Dishub sendiri baru menganggarkan dana untuk pembelian timbangan kendaraan portable. Hal ini nantinya akan digunakan untuk penindakan kendaraan yang diluar tonase jalan.

Namun ia juga menuturkan jika memang Dishub hanya bisa menindak KIR kendaraan. Selain itu jika melakukan penindakan truk batu bara over tonase juga harus disiapkan gudang sehingga barang bawaan yang merupakan kelebihan tonase harus diturunkan.

“Termasuk BB jika memang over tonase. Kita saat ini melengkapi fasilitas untuk penindakan,” tegas Nur Imansyah. (war/qia)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: