Presidensi G20 Indonesia Diharapkan Percepat Transisi Energi Global
Reporter:
redaksi rb|
Editor:
redaksi rb|
Jumat 13-05-2022,22:50 WIB
Jakarta (ANTARA) - Juru Bicara Pemerintah untuk Presidensi G20 Indonesia Maudy Ayunda menyampaikan bahwa Presidensi G20 Indonesia diharapkan dapat mencapai kesepakatan dalam mempercepat dan memperkuat transisi energi global yang berkelanjutan dan berkesinambungan.
"Transisi energi berkelanjutan merupakan salah satu isu prioritas Presidensi G20 Indonesia. Kita semua pasti merasakan dampak dari isu ini, di mana suhu bumi semakin memanas setiap tahunnya. Studi terbaru menyebutkan suhu tahunan bumi diperkirakan naik hingga 1,5 derajat Celcius selama lima tahun ke depan," kata Maudy dalam pernyataannya, Kamis (12/5).
Maudy mengatakan, sektor energi merupakan kontributor perubahan iklim paling dominan yang menyumbang hampir 90 persen dari emisi CO2 secara global. Aktivitas manusia juga telah berdampak luas pada kerusakan atmosfer, laut, kriosfer, dan biosfer, sehingga mengakibatkan kerugian dan kerusakan alam permanen di muka bumi.
"WHO juga telah menyebutkan perubahan iklim ancaman terbesar kesehatan global di abad 21. Munculnya banyak penyakit baru sampai menyebabkan pandemi di seluruh dunia termasuk Indonesia adalah salah satu dampak nyata ancaman perubahan iklim ini," ujar Maudy.
Oleh karena itu, menurut Maudy, ancaman serius itu perlu segera ditangani bersama dalam Presidensi G20 Indonesia. Secara umum, kata dia, ada tiga isu transisi energi yang diangkat dalam Presidensi G20 Indonesia.
Pertama, energy accessibility atau ekses energi yang terjangkau, berkelanjutan, dan dapat diandalkan. Tujuannya, untuk meningkatkan kerja sama internasional dalam memfasilitasi akses ke penelitian dan teknologi bersih termasuk energi terbarukan, efisiensi energi, dan teknologi bahan bakar fosil yang maju dan lebih bersih, serta mendorong investasi dalam infrastruktur energi dan teknologi energi bersih.
"Hal ini juga mendorong pencapaian target sustainable development nomor 7 yang batas waktunya hingga 2030," tambah Maudy.
Kedua, smart and clean energy technology, yaitu mendorong implementasi teknologi pintar dan bersih, baik dalam konteks efisiensi energi, pengurangan emisi, maupun pengembangan energi terbarukan.
Ketiga, advancing energy financing, yaitu pembiayaan untuk mendukung dua poin sebelumnya. Maudy mengatakan, skema dan mekanisme pembiayaan perlu dikembangkan dan mengurangi berbagai hambatan dengan menggalang kolaborasi semua pihak baik pemerintah, swasta, maupun filantropi dengan model bisnis atau public-private partnership yang inovatif.
Menurut Maudy, transisi energi berkelanjutan memiliki tingkat urgensi yang sangat tinggi sehingga harus menjadi perhatian semua pihak. Masyarakat pun dapat mengambil peran untuk terlibat langsung dalam mendukung hal tersebut.
"Aktivitas sederhana yang secara perlahan bisa kita transisikan adalah penggunaan transportasi umum untuk mengurangi energi gas buang," kata Maudy.
Selain itu, kata Maudy, penggunaan kendaraan listrik juga menjadi salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk merealisasikan penerapan transisi energi berkelanjutan atau energi hijau.
"Para pembuat kebijakan di G20 ini bahkan sudah menerapkannya selama gelaran G20. Mobilisasi mereka dilakukan menggunakan kendaraan listrik yang ramah lingkungan," ujar Maudy.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: