Mau Tetap Lanjut jadi Honorer Daerah, Guru Madrasah Harus Memilih
Rapat di ruang kerja Bupati Mukomuko yang dihadiri Ketua DPRD dan Penjabat Sekda, membahas hasil asessment, kemarin (12/7).--
MUKOMUKO, ralyatbengkulu.disway.id – Tidak ada pilihan tetap bertugas di madrasah bagi guru honorer daerah (Honda) atau pegawai daerah dengan perjanjian kerja (PDPK) di lingkungan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Mukomuko.
Jika masih ingin jadi guru berstatus PDPK atau Honda, maka harus keluar dari madrasah tersebut.
Bukan saja dari madrasah swasta, termasuk bagi yang bertugas di madrasah negeri. Sekali pun guru PDPK itu sudah mendapatkan tunjangan sertifikasi dari Kementerian Agama (Kemenag).
“Mereka harus pilih, mau tetap di madrasah atau pindah tugas ke sekolah dasar negeri atau di sekolah menengah pertama negeri.
Karena kita juga masih kekurangan guru pendidikan agama Islam,” ujar Penjabat Sekda Mukomuko, Drs. Yandaryat Priendiana ditemui usai menggelar rapat mengenai hasil asessment dan mengenai kelanjutan PDPK, (12/7).
BACA JUGA: Perjuangkan Anggaran Tambahan Rp 1,5 M, untuk Selamatkan Honorer Daerah
Pemkab lanjutnya, tidak keberatan jika guru PDPK memilih tetap di madrasah lantaran sudah mendapatkan tunjangan profesi guru (TPG).
Demikian juga guru yang belum mendapatkan tunjangan sertifikasi.
Namun mereka dipastikan tidak diperpanjang kontrak sebagai PDPK.
Berlaku disetiap jenjang madrasah, baik Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs) maupun di Madrasah Aliyah (MA).
“PDPK yang di madrasah, apalagi sudah sertifikasi Kemenag, putus.
Karena tidak mungkin juga mereka pertahankan PDPK.
Sedangkan yang belum sertifikasi bisa memilih, tetap di madrasah dengan risiko tidak lagi sebagai PDPK. Atau pindah ke SDN dan SMPN,” terang Yandaryat.
Kemudian yang juga akan dipertahankan, PDPK yang sudah berusia 50 tahun lebih.
Baik sudah sertifikasi maupun belum. Meskipun sebelumnya, mereka direncanakan diberhentikan sebagai PDPK.
BACA JUGA:Sawit Murah, Pembangunan Mandeg
“Tetap kita pertahankan sebagai penghargaan Pemkab.
Karena saat awal mereka diangkat bertugas, pasti umur mereka di bawah itu,” sebut Yandaryat.
Tentunya, lanjut Yandaryat, tetap melihat faktor lainnya. Antara lain, pendidikan harus linier dan tidak indisipliner.
Selain itu, tidak juga double job. Jika demikian, guru bersangkutan harus memilih, sebab dia menerima uang yang sumbernya sama-sama dari negara.
“Walaupun hanya sebagai anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD), yang itu dipilih oleh masyarakat.
Tetap harus putuskan, pilih jadi PDPK atau BPD. Bisa saja tetap sebagai BPD, tapi dia harus ada komitmen, tidak menerima pendapatan dari APBDes sebagai statusnya BPD itu,” sampainya.
Sementara itu, Ketua DPRD Mukomuko, M. Ali Saftaini, SE menyatakan, secara kelembagaan pihaknya menyerahkan sepenuhnya ke Pemkab.
BACA JUGA:Direktur RSUD Mundur, Alasannya?
Hanya saja perlu jadi catatan Pemkab, bahwa sebelum dilaksanakan asessment, telah terjadi kekurangan guru di Mukomuko.
Dengan adanya asessment, makin ketahuan jumlah kekurangan guru.
“Jadi mohon dipertimbangkan. Kalau semakin dikurangi, makin besar pula jurang kekurangan guru kita.
Jadi kemungkinan nanti untuk dirasionalkan yang betul-betul tidak aktif, double job, PDPK yang sudah jadi PPPK. Karena tidak mungkin rasionalisasi dengan angka tinggi.
Maka kita akan semakin besar kekurangan gurunya,” pinta Ali.
Hadir juga dalam rapat, Kepala Disdikbud Mukomuko, Epi Mardiani, S.Pd, Ketua Komisi III DPRD Mukomuko, Antonius Dalle, Asisten III Setdakab Mukomuko Edi Kasman, SH, Kepala Badan Keuangan Daerah Agus Sumarman, MM, M.PH dan Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Wawan Santoni, S.Hut, MM.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: