HONDA

TAUSIYAH: Hijrah, Islam Solusional

TAUSIYAH: Hijrah, Islam Solusional

--

Dr. M. Ridho Syabibi, M.Ag

BENGKULU, rakyatbengkulu.disway.id - Peristiwa Hijrah telah memberi makna mendalam bagi para sahabat. Di dalamnya tergambarkan nilai pengorbanan, cinta dan kasih sayang. Saidina Ali mempertaruhkan nyawanya untuk tidur di kamar Rasul, sahabat Abu Bakar yang siap menerima hujaman senjata dan terpaan terik panas padang pasir saat dikejar musuh. Sahabat-sahabat yang menjaga rumah Rasul dengan konsekwensi terbunuh dalam kepungan senjata Kafir Qurais.

Rasuluullah tidak akan tega membiarkan sahabatnya dikorbankan demi keselamatan beliau. Hijrah adalah solusi (penyelesaian masalah) dari kebuntuan dakwah Rasul di Makkah. Allah SWT berfirman dalam QAS: Annisa ayat 100 yang artinya: “Siapa yang berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di bumi ini tempat yang luas dan rezeki yang banyak”. Dakwah Islam di Makkah atau priode awal adalah masa terberat dari fase dakwah rasul.

Rintangan dalam bentuk fisik berupa ancaman, penyiksaan, dan pembunuhan adalah warna dalam kehidupan dakwah sehari hari. Cemoohan, ejekan hingga penghinaan adalah keseharian yang diterima oleh para Rasul dan para sahabat. Keluarga yang seharusnya menjadi pelindung dengan penuh kasih sayang terbelah menjadi musuh dan sahabat.

BACA JUGA:TAUSIYAH: Moderat dalam Beragama Maslahat dalam Berbangsa

Kekuasaan tertinggi dari pimpinan kabilah, penguasa ekonomi berada di pihak yang memusuhi. Disinilah tantangan dakwah rasul bukan hanya kepedihan fisik namun juga kegetiran hati secara psikologis karena tercerabut dari orang-orang sanak dan handai taulan.

Pada kenyataanya semua kepedihan itu tidak mampu menghentikan semangat juang dakwah Rasul. Dakwah menapak diantara suasana kehidupan yang saling berhadapan antara antara parktik dakwah yang terus berjalan dan rintangan yang siap menerkam siang dan malam.

Lelah dengan cara kasar kafir qurais merubah strategi menjadi bujukan dan rayuan, Rasul pernah ditawari kenikmatan duniawi agar berhenti dari praktik dakwahnya, ditawari wanita kembang kecantikan kaum quraisy, hingga harta yang berlimpah.

Tawaran damai dengan saling menerima dan bertukar pelaksanaan ibadah antar agama secara bergantian. Bahkan sampai menitip pesan lewat paman tercintanya Abu Thalib Namun semua ditolak Rasul secara tegas dengan bersumpah dalam penggalan matan haditsnya: “Wahai Paman, Demi Allah, kalau pun matahari diletakkan di tangan kananku dan rembulan di tangan kiriku, agar aku meninggalkan perkara ini (penyampaian risalah), sehingga Allah memenangkannya atau aku binasa, pastilah tidak akan aku meninggalkannya.” (Hadits Ibnu Ishaq dalam al-Maghazi (Sirah Ibnu Hisyam) dengan sanad dari Ya’qub bin Utbah bin al-Mughirah bin al-Akhnas).

BACA JUGA:TAUSIYAH: Hikmah Pengorbanan Nabi Ibrahim

Dalam kondisi Makkah yang demikian bengis memusuhi Rasul dan orang orang yang masuk Islam lewat berbagai kekuatan dan dan kekuasaan.

Masyarakat Madinah kagum dengan kisah dan ajaran yang disampaikan Rasul, mereka memperoleh kebenaran lewat perjuangan dan rintangan yang dialami rasul dan para sahabatnya. Maka sebagian mereka mengirim utusanya ke Makkah untuk menerima ajaran Islam karena mereka rindu akan sosok Rasul.

Islam mereka terima karena mereka dapat melihat dari jauh secara merdeka bahwa kebenaran itu tampak pada rasul dan ajaranya. Madinah kemudian menjadi rumah bagi Islam yang aman.

Adanya tempat yang aman bagi umat muslim di madinah mendorong Rasul untuk mempersilahkan umat muslim untuk hijrah ke madinah di tengah beliau sendiri masih menunggu perintah Allah untuk hijrah atau tidak. (cw1)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber:

"
"