BANNER KPU
HONDA

Utak-atik Etik

Utak-atik Etik

Catatan Hendry Ch Bangun--dokumen/rakyatbengkulu.com

Saya sendiri pernah mengalaminya, ibu seorang atlet kelompok umur marah-marah ketika ada salah ketik soal umur anaknya dalam berita saya. "Kalau benar umur anak saya seperti yang Bapak beritakan, berarti anak saya pencuri umur, artinya tidak sportif, tidak jujur," katanya.

Lalu saya minta maaf dan esoknya (beritanya dimuat di surat kabar yang terbit sekali sehari) umur atlet muda itu saya perbaiki. 

Tentu saja bagi Menteri Bahlil, mencabut izin tambang nikel sekian ribu  beda dengan izin tambang mineral lain, walau ada yang mengatakan, ah hanya sedikit bedanya itu.

Saat saya menangani kasus pengaduan, ukuran ada atau tidaknya pelanggaran  Kode Etik Jurnalistik, tergantung pada teks beritanya dan juga teks kode etiknya. Tidak boleh ada tafsir karena sudah tertulis demikian dan itulah yang menjadi dasar pembahasan. Tidak boleh ada penilaian berdasar katanya-katanya, atau menurut saya, menurut pendapat saya. Jalankan saja apa yang tertulis.

Kita ada pepatah, rambut sama hitam, isi kepala beda-beda. Maka kalau tafsir yang dikedepankan, tentu akan bahaya dan tidak pernah ada kesamaan. Tidak akan pernah selesai penanganan pengaduan waktu itu kalau dasarnya perasaan dan pendapat. Tapi kalau taat pada teks, seperti dulu sering dijalankan Leo S Batubara (alm) saat menangani pengaduan di Dewan Pers dan saya jadikan rujukan, tidak ada perdebatan. 

Sikap correct menentukan wartawan itu professional atau tidak. Itulah sebabnya di dunia jurnalistik ada istilah check and recheck. Wartawan dituntut dua kali melakukan upaya klarifikasi atas informasi yang ingin dia jadikan berita, dijadikan karya jurnalistik. Lebih baik terlambat sedikit daripada salah.

Pernah ada yang bertanya, bagaimana mengakalinya seandainya kita dalam posisi terburu-buru? Di media online yang harus cepat, untuk hal tertentu, mungkin bisa dicari generik-nya kalau belum dapat info persisnya. Misalnya, pejabat di Dinas Perhubungan kalau belum tahun jabatan persisnya, tinggal di Kelurahan Rawamangun, berkantor di Kawasan Jalan Sudirman, tinggal di salah satu apartemen di Jalan Thamrin.

Syaratnya, kalau sudah didapat keterangan intinya, data harus segera diperbaiki, di-update di berita berikutnya. Hal seperti ini dapat digunakan untuk menghindari kesalahan dan juga menghindari somasi.

Bukan hanya di berita, karya jurnalistik berupa opini pun dituntut untuk  akurat. Jangan dianggap mentang-mentang pendapat pribadi, boleh salah. Sama saja untuk straight news, feature, data dan fakta harus benar. Kalau dilanggar, orang yang merasa dirugikan berhak atas opini tandingan, dan harus diberikan tempat oleh redaksi. Tidak sekadar diberi tempat di surat pembaca, misalnya.

Maka kalau kita wartawan, entah menjadi pimpinan ataupun editor, akurasi  harus setiap saat ditekankan untuk difahami dan dijalankan. Kalau salah, bakal berkurang kualitas berita atau opini yang kita produksi. Boleh dibilang, tidak akurat sama dengan cacat. 

Jadi kalau utuh sesuai kode nilainya 100, kalau tidak akurat bukan hanya menjadi 99 atau 90, tetapi bisa menjadi nol. Tidak berharga. Itulah nilai dari akurasi.

Wallahu a’lam bhisawab

 

Ciputat 

30 Mei 2024

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: