HONDA

Polri Bongkar Jaringan Internasional TPPO, Modus Kirim PMI Ilegal ke Bahrain

Polri Bongkar Jaringan Internasional TPPO, Modus Kirim PMI Ilegal ke Bahrain

Penyidik memeriksa salah satu tersangka kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) jaringan internasional --ist/rakyatbengkulu.com

RAKYATBENGKULU.COM - Direktorat Tindak Pidana Perdagangan Orang (Dittipid PPA) dan Tindak Pidana Organisasi (PPO) Bareskrim Polri berhasil membongkar jaringan internasional terkait Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang mengirimkan pekerja migran Indonesia (PMI) ilegal ke Bahrain

Kasus ini terungkap setelah adanya laporan dari seorang korban yang merasa tertipu dengan pekerjaan yang diberikan. 

Kasubdit III Dittipid PPA dan PPO Bareskrim Polri, Kombes Pol. Amingga Meilana Primastito mengungkapkan bahwa pihaknya berhasil menangkap dan menahan tiga tersangka berinisial SG, RH, dan NH yang terlibat dalam jaringan perdagangan orang ini. 

"Tersangka SG berperan sebagai penghubung dengan pemberi kerja di Bahrain dan menerima uang dari korban," jelas Amingga dikutip Antaranews.com.

BACA JUGA:Dunia Digital Bikin Sukses? Ini Realita di Baliknya!

BACA JUGA:Shio Paling Berbakat Jadi Kaya? Ini Tanaman Hoki yang Wajib Kamu Punya!

Dijelaskan lebih lanjut, tersangka RH berperan sebagai direktur lembaga pelatihan kerja (LPK) yang mengurus penerbitan paspor korban, menampung uang dari korban, dan mengarahkan proses keberangkatan. 

Sementara itu, tersangka NH adalah staf LPK yang bertanggung jawab mengurus dokumen persyaratan kerja dan keberangkatan korban.

Kasus ini terungkap setelah seorang korban yang bekerja di Bahrain sebagai spa attendant melaporkan bahwa pekerjaan yang diterima tidak sesuai dengan yang dijanjikan. 

Pelaku awalnya menawarkan pekerjaan sebagai pelayan dan housekeeping hotel, namun kenyataannya korban terjebak dalam pekerjaan yang jauh dari janji tersebut. 

BACA JUGA:Pertamina Bantah Tuduhan Oplosan BBM, Tegaskan Pertamax Sesuai Spesifikasi

BACA JUGA:6 Cara Efektif Membersihkan Wajah Gosong dengan Bahan Alami

"Korban diminta membayar biaya keberangkatan sebesar Rp15 juta, dan setelah itu pelaku menyiapkan dokumen seperti paspor, visa, dan tiket pesawat," ujar Amingga.

Lebih lanjut, Amingga mengungkapkan bahwa jaringan ini telah beroperasi sejak tahun 2022 dan meraup keuntungan hingga ratusan juta rupiah. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: