Kadis Disnakertrans Bengkulu Akui Setor Rp 325 Juta Uang Pribadi untuk Pilkada Rohidin Mersyah

Kadis Disnakertrans Bengkulu Akui Setor Rp 325 Juta Uang Pribadi untuk Pilkada Rohidin Mersyah--Nova/Rakyatbengkulu.com
BENGKULU, RAKYATBENGKULU.COM – Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Bengkulu, Syarifuddin, memberikan pengakuan mengejutkan saat menjadi saksi dalam sidang lanjutan kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi yang menyeret mantan Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah, mantan Sekda Isnan Fajri, serta eks ajudan Rohidin, Evrianysah alias Anca.
Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bengkulu, Syarifuddin mengungkapkan bahwa dirinya pernah menyerahkan dana senilai Rp 325 juta untuk mendukung pencalonan kembali Rohidin dalam Pilkada 2024.
Dana tersebut, kata dia, diberikan langsung kepada Anca dan berasal dari kantong pribadinya.
"Itu uang pribadi saya. Kalau saya bisa memilih, tentu saya tidak ingin menyerahkan uang tersebut," kata Syarifuddin dalam kesaksiannya di hadapan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
BACA JUGA:Rahasia Bangun Pagi Bikin Semangat, Pelajar Wajib Tahu Sebelum Dikirim Ke Barak!
BACA JUGA:Menkum Buka Suara Mantan Marinir TNI Jadi Tentara Rusia, Kewarganegaraan Dicabut
Syarifuddin juga menuturkan bahwa ia merasa terpaksa memberikan uang tersebut karena posisinya sebagai bawahan langsung Rohidin saat itu.
Rasa tidak berdaya membuatnya tidak mampu menolak permintaan tersebut.
"Karena posisi saya sebagai anak buah, saya merasa tidak punya daya untuk menolak," tutupnya.
Pernyataan ini memperkuat dugaan bahwa praktik penyalahgunaan kekuasaan dalam lingkungan birokrasi Bengkulu tidak hanya melibatkan aktor politik utama, tetapi juga memaksa pejabat eselon untuk ikut terlibat, meski dalam kondisi tertekan.
BACA JUGA:Getaran Gempa Magnitudo 4,9 Terasa di Beberapa Wilayah Bengkulu, Ini Kata BMKG
Persidangan yang terus bergulir ini menjadi sorotan publik karena melibatkan sejumlah pejabat tinggi Provinsi Bengkulu.
Keterangan para saksi diharapkan bisa membuka tabir lebih luas mengenai pola dugaan gratifikasi dan penyalahgunaan jabatan yang terjadi menjelang kontestasi politik daerah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: