Janggal Realiasi Dana Covid Rp 22,9 Miliar  

Selasa 29-09-2020,12:33 WIB
Reporter : redaksi rb
Editor : redaksi rb

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lebong menganggarkan dana hingga Rp 22,9 miliar untuk penanganan Covid-19 di Kabupaten Lebong. Dana itu berasal dari realokasi dan refocusing Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Lebong 2020. Realisasinya per Agustus sudah Rp 4,9 miliar. Simak laporannya.

BANYAK masyarakat yang menilai penganggaran dana untuk Covid-19 oleh Pemkab Lebong terlalu besar. Selain tidak ada kasus pasien positif, Lebong juga berada di jalur mati alias bukan pelintasan kabupaten sehingga tidak banyak warga luar yang masuk. Namun dengan alasan ingin pertahankan zona hijau, Pemkab Lebong sempat membentuk 2 Pos Komando (Posko) Covid-19 di wilayah perbatasan.

Satu dari 2 Posko itu berada di Desa Bioa Sengok, Kecamatan Rimbo Pengadang, yakni perbatasan Kabupaten Lebong dan Kabupaten Rejang Lebong. Satunya lagi berada di Desa Tik Tebing, Kecamatan Lebong Atas yang menjadi titik batas Kabupaten Lebong dan Kabupaten Bengkulu Utara. Operasional kedua Posko yang aktifnya diklaim Petugas (Satgas) Covid-19 mulai April hingga Juli itu menelan anggaran hingga Rp 1,5 miliar.

Paling banyak terkuras untuk membayar honor petugas Posko yang diistilahkan uang lelah personel dengan nilai mencapai Rp 766 juta. Sesuai klaim pihak Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lebong selaku koordinator Satgas Penanganan Covid-19 Kabupaten Lebong, petugas yang dilibatkan di 2 Posko perbatasan 37 orang. Namun sesuai data yang diajukan masing-masing Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan instansi vertikal yang tergabung dalam tim Satgas Covid-19 untuk Posko perbatasan, diketahui jumlahnya mencapai 64 personel.

Jumlah penerima honor yang diusulkan, BPBD 12 orang, Dinas Kesehatan (Dinkes) 16 orang, Perhubungan 4 orang, Dinas Satuan Polisi Pamong Praja (satpol PP) 4 orang dan Dinas Sosial (Dinsos) 2 orang. Termasuk pihak kecamatan 4 orang, Palang Merah Indonesia (PMI) 4 orang, TNI 9 orang dan Polri 9 orang. Ternyata jumlah itu termasuk untuk petugas yang bertugas di luar Posko dengan penyebutan koordinator. Di dalamnya termasuk petinggi dari instansi vertikal.

‘’Saya lupa jumlah pastinya. Tetapi jumlahnya sesuai dengan uang yang dibayarkan Rp 100 ribu per hari untuk satu petugas. Hanya yang dari Dinkes (dinas kesehatan, red) dan Perhubungan yang sempat ditunda bayar karena datanya simpang siur. Identitas petugas yang diusulkan terima honor tidak sesuai dengan identitas petugas yang disiagakan di Posko,’’ kata Kepala BPBD Kabupaten Lebong, Fakhrurrozi, S.Sos, M.Si.

Jika dikalkulasikan dengan waktu tugas, jumlah personel dan honor Rp 100 ribu per orang per hari, angkanya jauh di bawah dari nilai yang telah dibayarkan. Janggalnya, sejak Juli, Posko sudah kosong. Bahkan terhitung Juni sudah banyak petugas yang tidak siaga di Posko. Namun BPBD tetap meminta untuk kegiatan Juli dibayarkan.

‘’Masuk Juni, persisnya setelah Lebaran Idul Fitri, jumlah petugas di Posko sudah jauh berkurang. Kalau biasanya sampai lima belasan orang dari berbagai instansi. Jelang new normal paling-paling ada lima orang saja. Itupun kadang-kadang kendaraan yang melintas tidak diperiksa,’’ ungkap salah satu warga Kecamatan Rimbo Pengadang.

Di luar itu, makan minum petugas Posko juga menelan dana cukup besar. Sekalipun di awal-awal pandemi Covid-19 meledak banyak perorangan maupun kelompok yang memberikan bantuan pangan ke Posko, kebutuhan makan minum Posko diklaim tembus Rp 395 juta. Termasuk pembelian Alat Perlindungan Diri (APD) senilai Rp 353,5 juta, kebutuhan Posko Rp 42 juta dan kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) operasional Rp 20 juta.

Sedangkan untuk kegiatan pencegahan dan penanganan medis yang dipusatkan di Dinas Kesehatan (Dinkes), nilainya paling kecil karena tidak ada kasus pasien positif. Dana yang dibayarkan untuk Dinkes Rp 565,8 juta. Meliputi pembelian desinfetan Rp 80 juta, alat pengukur suhu tubuh Rp 55 juta dan masker medis untuk tenaga medis dan pasien Rp 51 juta. Ditambah pembelian masker non medis untuk dibagikan ke masyarakat Rp 250 juta, vitamin Rp 11 juta serta alat rapid test Rp 118,8 juta.

‘’Untuk masker non medis kami sediakan 50 ribu pieces dan sudah dibagikan ke masyarakat. Kami akui pembagiannya memang telat, seharusnya dibagikan sebelum penerapan new normal di bawah 1 Juli. Namun karena pihak ketiga penyedia tidak bisa menyediakan sekaligus, terpaksa menunggu proses pembuatan sehingga masker baru bisa dibagikan September,’’ terang Kepala Dinkes Kabupaten Lebong, Rahman, SKM, M.Si.

Janggalnya, banyak masyarakat yang tidak menerima bantuan masker gratis yang pembagiannya melalui pihak kecamatan itu karena jumlah penduduk masyarakat Lebong jauh di atas jumlah masker yang disediakan. Untuk penduduk berusia dewasa saja mencapai 74.865 jiwa sesuai Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang dikeluarkan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Namun tidak diketahui pasti alasan Dinkes tidak membeli masker sesuai jumlah penduduk Lebong.

Anggaran Covid-19 paling banyak terkuras untuk program bantuan pangan yang dipusatkan di Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa dan Sosial (PMDS). Totalnya mencapai Rp 2,79 miliar. Meliputi pembelian bahan pangan Rp 2,5 miliar dan kegiatan non barang hampir Rp 300 juta. Antara lain untuk honor tim penyalur bantuan Rp 65,3 juta, kegiatan pendataan penerima bantuan Rp 70,7 juta, seremoni pembagian bantuan Rp 53,2 juta serta belanja untuk tim pendamping hukum dari Kejaksaan Negeri Lebong Rp 15,5 juta.

Sementara jumlah penerima bantuan berkisar 12 ribuan penduduk tersebar di 12 kecamatan se Kabupaten Lebong. Para penerima adalah warga kurang mampu yang dinilai beresiko tertular Covid-19 karena harus tetap beraktivitas di luar rumah mencari nafkah. Namun di antara penerima itu tumpang tindih dengan data penerima Bantuan Tunai Langsung (BLT) khusus Covid-19 yang dianggarkan dari Dana Desa (DD).

Bentuk bantuan pangan yang diberikan juga berupa paket hemat yang harganya disebut-sebut tidak sampai Rp 200 ribu. Bantuan yang diserahkan berupa 10 kilogram beras, 1 dus mie instan, 1 kilogram minyak goreng dan 1 kilogram gula pasir. ‘’Kami senang menerima bantuan pangan, tetapi kalau cerita soal anggaran yang disiapkan, rasanya tidak sesuai dengan nilai bantuan kalau dihitung dengan jumlah penerima dan isi paket bantuannya,’’ tutur salah satu penerima bantuan. (sca)

Tags :
Kategori :

Terkait