Vaksin Nusantara Masih Tahap Penelitian

Minggu 29-08-2021,14:39 WIB
Reporter : redaksi rb
Editor : redaksi rb

JAKARTA – Kementerian Kesehatan merespons pemakaian Vaksin Nusantara oleh beberapa pejabat. Masyarakat diminta memahami bahwa vaksin itu masih masuk tahap penelitian. Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi Sabtu (28/8) menyampaikan, Vaksin Nusantara dapat diakses masyarakat. Namun, penyuntikan vaksin itu merupakan pelayanan berbasis penelitian secara terbatas. Masyarakat harus memahami risiko dari penyuntikan vaksin yang digagas mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto itu. ”Masyarakat yang menginginkan Vaksin Nusantara atas keinginan pribadi nanti diberi penjelasan terkait manfaat hingga efek sampingnya oleh peneliti,” kata Nadia. Jika pasien setuju, Vaksin Nusantara baru bisa diberikan. Sejauh ini, pengembangan Vaksin Nusantara baru memasuki tahap penelitian. Penelitian tersebut berdasar nota kesepahaman atau MoU antara Kementerian Kesehatan bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan TNI Angkatan Darat pada April lalu. Bunyi perjanjian itu adalah penelitian berbasis pelayanan menggunakan sel dendritik untuk meningkatkan imunitas terhadap virus SARS-CoV-2. Dia menegaskan bahwa Vaksin Nusantara tidak dapat dikomersialkan lantaran autologous atau bersifat individual. ”Sel dendritik bersifat autologous. Artinya, materi yang digunakan dari diri kita sendiri dan untuk diri kita sendiri,” jelas dia. Dengan demikian, produk vaksin itu tidak bisa digunakan untuk orang lain. ”Jadi, produknya hanya bisa dipergunakan untuk diri pasien sendiri,” tambah Nadia. Sementara itu, kemarin Presiden Joko Widodo meninjau kegiatan Vaksinasi Kolaborasi Kebangsaan yang digelar di Taman Cappelen, Kebun Raya Bogor. Kegiatan itu diperuntukkan para pelajar berusia 12–18 tahun dan menyasar sekitar 1.250 peserta. Kegiatan vaksinasi serupa dilaksanakan secara serentak di sejumlah wilayah lain dengan total peserta mencapai 16.279 orang. Presiden meminta kegiatan vaksinasi terus dilaksanakan. Tujuannya, tercipta kekebalan komunal di masyarakat. ”Kalau ada kekurangan vaksin, segera sampaikan ke gubernur atau langsung ke menteri. Sehingga semuanya bisa segera rampung, cepat selesai vaksinasinya,” ujar Jokowi. Terpisah, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto melakukan kunjungan pelaksanaan PPKM ke Sulawesi. ”Penerapan PPKM di Sulawesi mulai membuahkan hasil. Selama Agustus ini, kasus aktif mulai turun rata-rata -8,77 persen,” katanya.   Di antara enam provinsi di wilayah Sulawesi, lima provinsi turun cukup signifikan. Hanya Sulawesi Tengah yang masih naik angkanya. Namun, pada minggu ke-3 dan 4 Agustus ini mulai melandai dan trennya menurun. Rata-rata kasus aktif 9.032 pada minggu ke-4, turun dari minggu sebelumnya dengan rata-rata 10.054 kasus. Airlangga selaku ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) juga meninjau Kampung Tangguh, Kelurahan Talise Valangguni, Kecamatan Mantikulore, Kota Palu. Lokasi tersebut merupakan desa percontohan dalam menerapkan prokes. Dia melihat pula fasilitas isolasi terpusat (isoter) di gedung BPSDM Provinsi Sulteng dan mengecek langsung pelaksanaan vaksinasi di halaman kantor gubernur yang diselenggarakan Dinkes Provinsi Sulteng. ”Dengan kunjungan ini, kami menargetkan pada PPKM ke depan Sulawesi Tengah dapat turun ke level 3. Upaya yang harus dilakukan tinggal sedikit lagi karena angka mobilitas sudah turun dan kasus aktif turun ke tingkat 2. Hanya, tingkat BOR di Sulawesi Tengah masih tinggi. Tinggal menambah jumlah konversi tempat tidur dan memanfaatkan isoter,” ujar Airlangga.   Produksi Dalam Negeri Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda mengatakan harga vaksin akan lebih murah jika diproduksi di dalam negeri. “Apalagi jika produksinya bersama-sama dengan perusahaan dalam negeri,” ujarnya ketika dihubungi, kemarin (28/8). Selain itu, lanjut dia, diperlukan juga transfer knowledge dari produsen vaksin luar negeri ke perusahaan domestik. Adapun manfaat kedua yang dapat diperoleh, sebut Nailul, adalah penyerapan tenaga kerja akan meningkat karena pembukaan tempat produksi pasti membutuhkan tenaga kesehatan. Selain itu, sektor-sektor lain yang akan menyerap tenaga kerja adalah dari sektor kimia dasar, jasa kesehatan, industri alat kedokteran, jasa asuransi, dan konstruksi jika ada pembangunan pabrik atau tempat produksi vaksin bersama. “Namun harus diperhatikan juga mengenai impor bahan baku nya jangan sampai merugikan Indonesia. Kadang kita kecolongan di impor bahan baku yang bisa membuat perdagangan ekspor-impor kita menurun,” ungkap Nailul. Karenanya, dikatakan agar produksi vaksin domestik harus mengembangkan juga bahan baku dari dalam negeri. Paling tidak, sebut dia, ada keringanan dalam harga bahan baku impor. Selama ini, Nailul menerangkan bahwa banyak investasi di Indonesia yang mengimpor bahan baku, bukan hanya di industri farmasi. Bagi dia, hal ini perlu dipertimbangkan. “Misal dengan kualitas dan harga yang sesuai. Jangan sampai yang dikirim ke sini yang kualitasnya udah buruk dengan harga yang relatif lebih tinggi,” ucapnya. Melalui transfer knowledge, kata dia, dapat melakukan pengembangan bahan baku produk farmasi yang disebut kebijakan jangka panjang meski sulit dilakukan dalam waktu relatif singkat.(jpg/fin)  

Tags :
Kategori :

Terkait