BACA JUGA:Kopi Ijen, Arabika Bercitarasa Unik Perpaduan Asam Jawa dan Pedas, Digemari Wisatawan
Petani lokal yang menanam, merawat dan memetiknya hanya bisa menikmati daun muda yang awalnya terbuang sia-sia hingga itulah yang mereka nikmati layaknya kopi.
Budi daya kopi di Kerinci sudah dilakukan sebelum Belanda di dataran tinggi Sumatera Kabupaten Kerinci.
Dalam naskah tertua atau Naskah Kuno Tanjung Tanah yang dikeluarkan Kerajaan Melayu pada abad ke-14 yang ditemukan di Mendapo Seleman, sekitar 15 kilometer dari Sungai Penuh, Kerinci.
Masuknya Belanda ditentang oleh penduduk setempat yang dipimpin oleh Depati Parbo. Selama sekitar 40 tahun Belanda menjajah Kerinci tetapi dampaknya sangat besar bagi petani.
BACA JUGA:Masih Soal Kopi ! Masuk Pertama Kali ke Belanda dari Arab, Barang Berharga dan Mahal
Belanda mengambil alih semua hasil bumi yang ada di Kerinci hanya menyisakan daun kopi muda untuk petani.
Namun peninggalan jajahan Belanda ini membuat rasa kawo memiliki keunikan tersendiri dengan rasa kopi yang agak ringan dan terasa sepet, warna air seduhan cokelat, lebih pekat dari teh.
Dulunya cara menikmati kopi kawo ini dengan petani minum seduhan air kawo murni tanpa pemanis, ada juga dengan menggunakan gula nira.
Belum lagi cara tradisional petani meminumnya dari batok kelapa sebagai gelas, untuk wadah penyimpan air seduhan berupa bambu dengan penutup dari kumparan dedaunan.
BACA JUGA:Soal Kopi ! Banyak Cara Menikmati, Ada yang Minum Kopi Daun hingga Dijadikan Makanan
Di Kerinci cara meminum kopi kawo masih sering dilakukan oleh penduduk lokal dalam warisan budaya pertanian oleh petani zaman penjajahan Belanda dahulu.
Itulah asal usul kopi kawo yang berada di Kerinci kekhasan cita rasanya dapat dicoba oleh pencinta kopi.