
Point pertama, tafsir putusan Mahkamah Konstitusi 02/PUU-XXI/2023 terhadap uji materil Undang-Undang No 10 Tahun 2016 tentang PILKADA dengan Pemohon Edi Damansyah sebagai orang yang pernah menjabat Pelaksana Tugas Bupati Kutai Kartanegara untuk mengikuti Pemilihan Bupati Kutai Kartanegara pada PILKADA serentak tahun 2024.
BACA JUGA:Dapatkan Berkah THR Mantap Senilai Rp 16 Juta dari My Telkomsel untuk 5 Orang Pemenang
Lalu bagaimana cara memahami putusan Mahkamah Konstitusi 02/PUU-XXI/2023 ?
Ada dua (2) cara yaitu :
Pertama, membaca utuh amar putusan
Kedua, pertimbnagan hukum yang sifatnya mengikat
Dalam putusan Mahkamah Konstitusi 02/PUU-XXI/2023, hakim MK mempertimbangkan perkara-perkara sebelumnya yang berkaitan dengan norma perkara yang diuji atau mutatif mutandis.
Contoh pertama, Putusan MK Nomor 22/PUU-VII/2009, permohonan uji materil ini diajukan oleh Nurdin Basirun.
Pada priode pertamanya sebagai Bupati Karimun melalui masa jabatan defenitif sejak 25 April 2005 sampai 14 Maret 2006.
Pada Pilkada kedua, terpilih sebagai Bupati Karimun dan dilantik pada tanggal 15 Maret 2006.
Mahkamah Konstitusi hanya mempersoalkan penghitungan jabatan defenitif Nurdin Basirun.
BACA JUGA:4 Tips Merawat Baterai Sepeda Listrik agar Tahan Lama, Jangan Lakukan Hal Ini
BACA JUGA:Xiaomi Seri Z20 Keren Bisa Dilipat, Rekomendasi Sepeda Listrik dari Xiaomi
Kemudian pertimbangan putusan MK Nomor 02/PUU-XXI/2023 menyebutkan berdasarkan pertimbangan putusan-putusan diatas, khususnya pertimbnagan hukum dan amar putusan MK Nomor: 22/PUU-VII/2009 yang menyebutkan “masa jabatan yang di hitung satu (1) periode adalah masa jabatan yang telah dijalani setengah atau lebih dari setengah masa jabatan”.
Kemudian pertimbangan kedua (2) yang bisa dijadikan rujukan penguat adalah putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 67/PUU-XVIII/2020.