"Inikan susah jelas-jelas dan terang bahwa kedudukan, wewenang dan tugas Mardiani H Maming selaku Bupati Tanah Bumbu saat itu adalah sebagai kepala daerah yang secara hukum mempunyai tugas untuk mengelola berbagai macam kebijakan administrasi perijinan di daerah itu dan juga dapat mengeluarkan IUP bukan justru sebagai pemegang IUP," tegas Fahmi.
BACA JUGA:Mengungkap Rahasia Kesuksesan Mardani H Maming Saat Menjabat Bupati Tanah Bumbu
BACA JUGA:Korban Mafia Peradilan, Akademisi Antikorupsi Ikut Bersuara Bebaskan Mardani Maming
Selain itu terdapat pula SK Bupati, yang menjadi inti tuduhan, telah diakui sah secara administratif dengan sertifikat clear and clean (CNC) dari Kementerian ESDM selama lebih dari 11 tahun. Namun fakta persidangan ini justru diabaikan dan tidak dipertimbangkan oleh majelis.
"Seharusnya apabila secara hukum seluruh poin-poin dakwaan tidak terpenuhi dan kemudian tidak dapat dibuktikan kebenarannya maka konsekuensi dakwaan menjadi prematur dan harus ditolak, sehingga terdakwa harus dibebaskan dan dipulihkan nama baiknya," lanjut Fahmi.
Namun majelis hakim Pengadilan Tipikor Banjarmasin justru berpendapat lain, menurut kami ini suatu keputusan yang sangat melukai rasa keadilan bagi masyarakat.
"Kami tentunya akan mengajukan pandangan kami secara resmi kepada majelis hakim yang mengadili dalam persidangan peninjauan kembali (PK) sebagai sahat peradilan atau Amicus Curae," katanya.
Langkah ini tentunya sebagai bentuk upaya Permahi dalam mengawal jalannya sistem peradilan yang bersih, profesional yang sesuai dengan perundang-undangan di Indonesia.