Ia menambahkan, tekanan terhadap media, terlebih dilakukan oleh pejabat negara, mencerminkan kemunduran komitmen terhadap prinsip keterbukaan dan akuntabilitas publik.
Yunike menjelaskan bahwa jika ada pihak yang merasa dirugikan oleh suatu pemberitaan, mekanisme penyelesaiannya sudah diatur secara sah dan beradab.
"Bila terdapat keberatan terhadap suatu pemberitaan, maka jalur penyelesaian yang sah telah diatur melalui hak jawab atau hak koreksi, pengaduan kepada Dewan Pers, proses hukum sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku," kata Yunike, Sabtu 17 Mei 2025.
BACA JUGA:Heboh Grup Facebook 'Fantasi Sedarah', Warganet Murka: Jijik dan Nggak Masuk Akal!
Ia juga menekankan bahwa tidak sembarang pihak,termasuk pejabat publik berwenang menyatakan suatu berita sebagai hoaks tanpa dasar sah dan dapat dipertanggungjawabkan.
"Suatu informasi hanya bisa dinyatakan hoaks setelah melalui verifikasi fakta yang ketat, penilaian dari lembaga berwenang seperti Kementerian Kominfo, kepolisian (dalam konteks pidana), atau lembaga cek fakta independen serta proses hukum jika menyangkut sengketa informasi atau pencemaran nama baik," jelas Yunike.
Untuk itu AJI Bengkulu menyatakan sikap:
1. Mengecam segala bentuk ancaman dan intimidasi terhadap media massa, baik yang bersifat verbal maupun tindakan nyata lainnya;
2. Mendesak pejabat terkait untuk segera mengklarifikasi dan mencabut pernyataannya secara terbuka, serta menghormati prinsip kemerdekaan pers
3. Mendorong seluruh insan pers untuk tetap teguh bekerja berdasarkan kode etik jurnalistik, prinsip keberimbangan, verifikasi, dan kepentingan publik;
4. Mengimbau Dewan Pers untuk memberikan perhatian serius terhadap pernyataan ini, guna menjaga marwah dan fungsi pers yang bebas dan independen;
5. Mengajak masyarakat luas untuk tetap mendukung pers yang profesional, karena pers yang merdeka adalah fondasi penting dalam menjaga demokrasi dan keadilan sosial.