Hutan yang Menyusut, Bencana Mendekat

Jumat 19-12-2025,11:05 WIB
Reporter : Heri Aprizal
Editor : Heri Aprizal

Masalah pembalakan liar di Sumbawa, Bima, dan Dompu tidak bisa dilepaskan dari dorongan ekonomi.

Ekspansi lahan jagung, perambahan untuk pertanian, dan tingginya nilai jual kayu menciptakan insentif kuat untuk membuka hutan.

Di wilayah dengan pilihan mata pencaharian terbatas, hutan kerap dipandang sebagai cadangan ekonomi terakhir.

BACA JUGA:Mahasiswa di Bengkulu Hajar Pacar Pakai Palu Gara-gara Cemburu Chat WA Dihapus

BACA JUGA:Vivo X300 Makin Keren, Ukuran Ringkas dengan Performa dan Kamera Kelas Flagship

Namun persoalan menjadi rumit ketika pembiaran terjadi dalam waktu lama. Pengawasan yang lemah, keterbatasan anggaran patroli, serta tumpang tindih kewenangan membuat praktik ilegal sulit diberantas secara konsisten.

Kewenangan pengelolaan hutan berada di tingkat provinsi, sementara dampak langsung dirasakan kabupaten dan kota. Celah koordinasi inilah yang kerap dimanfaatkan oleh pelaku perusakan.

Dampak ekologisnya nyata. Data menunjukkan luas lahan kritis di NTB memang mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir, namun angka itu belum cukup menahan laju bencana hidrometeorologi di Pulau Sumbawa.

Lereng-lereng terjal yang kehilangan tutupan vegetasi tidak mampu menahan air hujan. Akar tanaman semusim tidak cukup kuat mengikat tanah.

BACA JUGA:Final 120 Menit, Maroko Taklukkan Yordania 3-2 dan Angkat Trofi Piala Arab

BACA JUGA:A400M TNI AU Diterbangkan, Bantuan Bencana Disalurkan ke Aceh dan Sumatera

Akibatnya, erosi meningkat, sedimentasi merusak sungai dan bendungan, serta banjir bandang menjadi ancaman rutin.

Bencana yang terjadi di Bima dan Dompu pada musim hujan 2024 hingga 2025 memperlihatkan hubungan langsung antara kerusakan hutan dan keselamatan warga.

Infrastruktur rusak, jembatan terputus, aktivitas ekonomi terganggu. Biaya pemulihan yang dikeluarkan negara jauh lebih besar dibanding biaya menjaga hutan tetap utuh.

Di tengah situasi ini, muncul upaya daerah yang patut dicatat. Pembentukan satuan tugas hutan di Sumbawa, penindakan pengangkutan kayu ilegal, serta program reboisasi berbasis tanaman produktif menunjukkan bahwa langkah tegas dan inovatif bisa dilakukan.

Namun inisiatif ini masih bersifat parsial dan bergantung pada keberanian pemimpin daerah masing-masing. Tanpa orkestrasi kuat di tingkat provinsi, upaya tersebut berisiko terputus atau tidak berkelanjutan.

Tags :
Kategori :

Terkait