Awards Disway
HONDA

Kenapa Kita Sering Jatuh Cinta Sama Orang yang Salah? Jawaban dari Semesta

Kenapa Kita Sering Jatuh Cinta Sama Orang yang Salah? Jawaban dari Semesta

Pernah nggak sih ngerasa selalu jatuh cinta sama orang yang salah? Mungkin ini bukan kebetulan, tapi pesan dari semesta. Yuk bahas bareng psikologi cinta.--Freepik.com/freepik

RAKYATBENGKULU.COM - Pernah ngerasa kayak deket sama orang yang vibes-nya nggak cocok tapi tetap aja nggak bisa lepas? Atau udah tahu dia red flag dari awal tapi tetep stay? 

Tenang, kamu nggak sendiri. Banyak banget orang ngalamin hal serupa dan ternyata ini bisa dijelasin lewat kombinasi antara psikologi cinta, spiritual healing, dan sentuhan astrologi yang relate banget buat generasi sekarang.

Pertama, mari ngobrol soal psikologi cinta. Ketika kita kecantol sama orang yang salah, itu bisa jadi karena ada bagian dari diri yang belum sembuh. 

BACA JUGA:Cara Keluar dari Toxic Relationship: Langkah Bijak untuk Menyelamatkan Diri

BACA JUGA:90 Desa Belum Cairkan DD, Pemkab Bengkulu Utara Minta Percepatan Program

Misalnya, kamu pernah punya hubungan dengan orang yang dingin dan cuek, lalu tanpa sadar kamu ngerasa “nyaman” dengan tipe yang sama di masa depan. 

Ini dinamain trauma bonding. Otak kamu terbiasa dengan pola hubungan tertentu, meskipun itu nggak sehat.

Tapi kenapa sih kita kayak nggak bisa keluar dari pola ini? Nah, di sinilah semesta mulai ikut campur. 

Dalam spiritual journey, semesta sering banget ngasih “orang salah” bukan buat disayangi selamanya, tapi sebagai cermin. 

Mereka muncul biar kamu sadar: “Eh, ini loh bagian dirimu yang belum kamu sembuhin.” Dan yes, proses healing biasanya dimulai setelah sakit hati terparah.

BACA JUGA:Usai Halal Bihalal, Bupati Arie Tegaskan ASN Harus Langsung Aktif Bekerja

BACA JUGA:Prabowo dan Megawati Bertemu Empat Mata, Ini Makna Politik di Baliknya

Kalau kamu merasa udah capek dengan siklus jatuh cinta sama yang salah, itu tandanya kamu lagi didorong buat naik ke versi diri yang lebih sadar. 

Healing journey bukan cuma soal meditasi dan journaling, tapi juga keberanian buat bilang cukup. 

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: