Berantas Korupsi: 'Mentereng di Luar, Remuk di Dalam'
Elfahmi Lubis, MH--
Bahkan, tidak jarang ada transaksi gelap yang bersifat simbiosis mutualisme.
Namun apapun kritik kita atas penegakan hukum perkara korupsi, tidak mengurangi dukungan dan apresiasi kita kepada APH yang sudah mulai "garang" dan "zero tolerance" terhadap kejahatan korupsi.
Apalagi pemerintahan Presiden Prabowo memiliki komitmen super tinggi terhadap upaya pemberantasan korupsi. Sebagai bentuk komitmen tersebut Presiden sepertinya telah menunjuk Kejaksaan Agung RI melalui Jaksa Agung sebagai panglima perang dalam penegakan hukum pemberantasan korupsi.
Untuk itu biar moral pasikan perang melawan koruptor tinggi, presiden sudah mempersiapan alutsista modern buat sang panglima perang.
Yakni, berupa privilege regulasi melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 66 tahun 2025 tentang Pelindungan Negara Terhadap Jaksa dalam Melaksanakan Tugas dan Fungsi Kejaksaan RI.
Negara juga akan memastikan perlindungan kepada kejaksaan dan anggota keluarganya.
Perlindungan akan dilakukan oleh Kepolisian Negara RI dan Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Maka, jangan heran sekarang dalam setiap kegiatan penegakan hukum kasus korupsi yang dilakukan kejaksaan, selalu ditempel ketat melalui pengamanan pasukan loreng.
Hal ini sebagai bentuk dukungan negara untuk memberikan ruang bagi kejaksaan untuk memberantas kasus korupsi.
Dengan demikian agenda penegakan hukum pemberantasan korupsi agar berjalan power full.
Proteksi negara itu cukup beralasan, karena presiden tahu persis bahwa memberantas korupsi itu memiliki resistensi tinggi, terutama dari pihak-pihak yang berada dalam lingkaran kejahatan tersebut.
Mulai dengan cara penyuapan, membeli narasi untuk framing untuk mempengaruhi opini, penggunaan kekerasan atau preman untuk membungkam para pemburu koruptor, sampai penggunaan kekuatan massa bayaran untuk membuat keadaan negara choas.
Melalui mobilisasi kekuatan TNI untuk membantu pengamanan tugas-tugas penegakan hukum diharapkan APH bisa bekerja optimal dan tidak merasa takut atau was-was lagi atas keselamatan diri dan keluarganya.
Dimana sering disebut dengan fenomena corruptor fight back.
Namun eforia dalam pemberantasan korupsi ini jangan sampai kebablasan, dan terkesan serampangan.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:


