HONDA

Bukan untuk Temukan Vaksin, Riset Sel Dendritik Tak Terkait Penelitian di RSUP Kariadi

Bukan untuk Temukan Vaksin, Riset Sel Dendritik Tak Terkait Penelitian di RSUP Kariadi

 

JAKARTA  - Perubahan besar dalam program vaksin nusantara tidak lantas menyurutkan niat para relawan untuk datang ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto. Selasa (20/4) tetap ada relawan yang datang. Meski bukan tokoh atau anggota dewan, kedatangan mereka tetap disambut baik oleh tim peneliti yang melakukan penelitian berbasis pelayanan menggunakan sel dendritik untuk meningkatkan imunitas terhadap virus SARS-CoV-2.

Keterangan itu disampaikan oleh Kolonel Jonny. "Dari masyarakat biasa (relawan yang datang ke RSPAD kemarin)," ungkap dia kepada Jawa Pos. Salah satu dokter TNI yang terlibat dalam riset sel dendritik itu menyebut, khusus anggota DPR dan tokoh masyarakat yang datang ke RSPAD Rabu pekan lalu (14/4) dijadwalkan kembali besok (22/4). Tepat delapan hari setelah sampel darah mereka diambil untuk diproses di RSPAD. Selama itu pula, sampel darah mereka dikenalkan kepada virus sehingga nantinya bisa melawan Covid-19.

Penelitian menggunakan sel dendritik di RSPAD memang bukan kali pertama dilakukan. Menurut Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Andika Perkasa, RSPAD sudah punya fasilitas untuk melakukan penelitian memakai sel tersebut sejak 2017 lalu. Yakni Cell Cure Center RSPAD. Dua tahun kemudian, pemerintah menetapkan fasilitas itu sebagai penyelenggara penelitian berbasis pelayanan terapi sel dendritik.

Karena itu, saat eks menteri kesehatan (menkes) Terawan Agus Putranto meminta izin menggunakan fasilitas itu untuk membantu pemerintah dalam upaya penanggulangan pandemi Covid-19, TNI AD membuka diri. Kepercayaan diberikan lantaran sel dendritik juga sudah digunakan untuk penanganan kanker. Andika percaya, sel dendritik bisa dipakai untuk melawan Covid-19. "Saya yakin bisa dan pemerintah pun mempercayakan itu kepada kami walaupun sifatnya tidak untuk komersil," bebernya.

Andika termasuk salah seorang pejabat yang sudah divaksin dalam program vaksinasi. Namun, hal itu tidak lantas membuat dia menutup diri terhadap ikhtiar lain melawan Covid-19. Karena itu pula, selain membuka pintu RSPAD untuk Terawan, Angkatan Darat turut andil menandatangani kerja sama yang disepakati oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) serta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Dia tegas menyebutkan bahwa yang saat ini dilakukan di RSPAD tidak berkaitan dengan uji klinis fase satu di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Kariadi, Semarang.

Jenderal TNI AD yang pernah bertugas sebagai panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) itu mengungkapkan, riset berbasis pelayanan yang berlangsung saat ini bukan untuk membuat vaksin. "Tidak juga menghasilkan vaksin seperti yang dilakukan di Rumah Sakit (Umum Pusat) Kariadi," imbuh Andika. "Tidak ada hubungannya dengan vaksin sehingga tidak perlu izin edar," sambungnya. Dia pun memastikan yang dilakukan Terawan di RSUP Dokter Kariadi tidak berkaitan dengan TNI AD.

Dalam penelitian di sana, lanjut Andika, TNI AD hanya diminta bantuan dengan mengirimkan dua peneliti. Bantuan itu pun tidak bersifat institusi, melainkan bersifat pribadi atau individu. Sebab, secara institusi, matra darat tidak terlibat. Dia juga tidak menutup mata dan telinga saat penelitian yang masuk uji klinis fase satu itu kemudian dikoreksi oleh BPOM lantaran dinilai punya kelemahan yang sifatnya critical dan major. "Oleh karena itu, pemerintah mencarikam solusi," kata dia.

Solusi tersebut diimplementasikan melalui kerja sama yang sudah dia tandatangani bersama menkes dan kepala BPOM. Tidak ada kelanjutan uji klinis untuk membuat vaksin. Namun riset sel dendritik yang tujuannya membantu pemerintah diteruskan. "Jadi, sama sekali tidak melanjutkan (uji klinis fase satu)," tutur Andika. Karena itu pula,  semua pihak sepakat mengubah nama riset itu menjadi penelitian berbasis pelayanan menggunakan sel dendritik untuk meningkatkan imunitas terhadap virus SARS-CoV-2. Bukan penelitian dalam program Vaksin Nusantara.

Menurut Andika, langkah yang diambil pemerintah sudah tepat. Sebab, itu sejalan dengan semangat mencari inovasi dan terobasan di tengah pandemi Covid-19. Apapun itu, selama tujuannya baik, TNI AD mendukung. "Kami terbuka dan akhirnya kemarin (Senin) kami menemukan jalan tengah," ujarnya. Program Vaksin Nusantara yang digagas Terawan dan sempat menuai pro kontra disudahi. Hanya, basis penelitian menggunakan sel dendritik untuk melawan Covid-19 tetap berlanjut. "Oleh karenanya pemerintah sangat mendukung walaupun bukan disebut vaksin, tetapi seperti imunoterapi bebasis sel yang pasti juga ada manafaatnya," jelas dia.

Terpisah, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengungkapkan, penandatanganan tripartit itu dimaksudkan sebagai jalan keluar atas pelaksanaan penelitian yang selama ini sudah berjalan. Namun, terkendala prosedur dan dipandang tidak memenuhi kaidah dan standar yang ditetapkan BPOM. Khususnya pada tahap uji klinis 1.

Nota kesepahaman ini juga untuk menunjukkan bahwa pemerintah memberi perhatian serius terhadap semua penelitian, termasuk yang ditujukan untuk melawan Covid-19. ”Tak terkecuali terobosan dalam upaya mencari metode dan teknik baru dalam upaya mengakhiri pandemi Covid 19,” ujarnya.

Dengan adanya kesepahaman antara menkes, KSAD dan kepala BPOM, maka akan terjadi pemindahan program kegiatan penelitian. ”Yang semula berada dalam platform penelitian vaksin dan berada di bawah pengawasan BPOM, sekarang dialihkan ke 'Penelitian Berbasis  Pelayanan' yang pengawasannya berada di bawah Kemenkes,” papar Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) tersebut. Artinya, penelitian Vaksin Nusantara tidak dilanjutkan. Sebab, penelitian diubah menjadi penelitian pelayanan menggunakan sel dendritik untuk meningkatkan imunitas terhadap virus SARS-CoV-2.

Berakhirnya penelitian vaksin nusantara ini memunculkan pertanyaan lainnya. terutama, mengenai keterlibatan peneliti dari pihak Amerika Serikat (AS). Disinggung mengenai hal ini, Muhadjir mengungkapkan, jika itu nantinya menjadi wewenang pihak RSPAD untuk menentukan perlu tidaknya keterlibatan mereka. “Tetapi saya kira akan tetap dilibatkan. Bahkan kerjasamanya bisa lebih diperluas,” ungkapnya.

Guru Besar Farmakologi Molekuler UGM Zullies Ikawati menanggapi terkait terapi pembentukan ilmu yang diteliti RSPAD Gatot Subroto. Menurutnya, diperbolehkan karena treatmentnya bersifat individual. ”Selama subjeknya bersedia setelah mendapatkan penjelasan yang cukup,” bebernya kemarin.

Dia menuturkan bahwa apa yang dilakukan tim peneliti sama halnya ketika dokter memberikan obat ke pasien. Pemberian terapi dilakukan berbarengan dengan uji coba. Zullies hanya menekankan bahwa subjek harus mendapatkan penjelasan.

Karena tidak untuk dikomersilkan maka BPOM tidak perlu berhubungan. Selain itu dia juga menjelaskan bahwa peneliti tak perlu memaparkan dalam jurnal ilmiah terkait hasil penelitiannya. ”Publikasi itu kan tujuannya untuk mendiseminasikan keberhasilan,” katanya.

Lebih lanjut, Zullies mengatakan hak peneliti untuk memberitahukan kalau memang hasilnya bagus untuk mendorong orang lain mencoba. Mau tidak dipublikasikan juga boleh. ”Tapi orang tidak akan pernah tahu hasilnya,” katanya.

Lalu siapa yang akan menjamin keselamatan pasien atau subjek penelitian? Dia mengatakan dalam hal keselamatan pasien ini merupakan ranah dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan atau Kedokteran. Bisa dari institusi pendidikan atau rumah sakit. Catatannya perlu dicari yang terdekat dari tempat penelitian. ”Dengan tujuan bisa mengawasi dengan lebih optimal,” ucapnya.

Bisa jadi menggunakan tim dari rumah sakit atau tempat penelitian tersebut berlangsung. ”Semua protokol itu harus disetujui oleh Komite Etik yang terkait dengan keselamatan pasien,” tuturnya. Jadi sebelum penelitian berlangsung maka harus menyerahkan protokol penelitian yang akan dilewati. Hal itu sesuai dengan kaidah Good Clinical Practice (GCP) atau cara uji yang baik.

Selain itu, Komite Etik juga berhak mengawasi pelaksanaan penelitian. Jika ada hal yang membahayakan subjek penelitian, maka mereka berkewajiban untuk menghentikan. , dan bisa menghentikan jika ada hal yang membahayakan subyek. ”Kalau mengacu pada tugas Komite Etik, ya harusnya orang dengan integritas tinggi,” katanya.

Kesepakatan antara KSAD, Menkes, dan Kepala BPOM untuk melakukan penelitian dendritik itu ditanggapi positif oleh anggota DPR. Wakil Ketua Komisi IX Emanuel Melkiades Laka Lena menilai bahwa justru kesepakatan ini merupakan langkah maju, meskipun tidak berarti membuat uji klinis Vaksin Nusantara dilanjutkan.

Yang terpenting bagi Melki, sapaan akrabnya, adalah bahwa penelitian terkait solusi untuk menangani pandemi diteruskan. Entah hasil akhirnya nanti menjadi selain vaksin. "Kesepakatan kemarin adalah sebuah langkah maju untuk kita bisa melanjutkan proses penelitian dan bisa menjadi salah satu penyelesaian Covid-19 di Tanah Air," jelas Melki kemarin.

Melki sendiri merupakan salah satu anggota legislatif yang menjadi relawan untuk penerimaan Vaksin Nusantara. Rabu (14/4) lalu, dia salah satu anggota DPR yang diambil sampel darahnya untuk menerima penyuntikan vaksin tersebut. Vaksin dijadwalkan akan diberi pada Kamis mendatang (22/4).

"Ya, rencana Kamis siang," lanjutnya ketika ditanya tentang kepastian jadwal. Melki mempertegas bahwa dia mewakili Komisi IX dan pimpinan DPR lainnya bahwa mereka akan memastikan proses penyuntikan dan penelitian dendritik itu bisa berjalan lancar dan segera mendapatkan kepastian terkait berbagai macam klaim yang muncul.

Melki menilai bahwa pro kontra yang ada bisa disikapi sebagai antusiasme masyarakat akan produk hasil penelitian dalam negeri. Dia juga mendorong agar rekan-rekan peneliti di Indonesia tetap maju dalam mencari inovasi untuk menangani berbagai masalah kesehatan khususnya pandemi. "Ini cuma menjadi pembuka atau semacam pendobrak agar kita semua bisa memahami bahwa ternyata produk-produk dalam negeri berpotensi kita pakai, bahkan bisa menjadi solusi negara-negara lain," ungkapnya.

Senada, Wakil Ketua Komisi IX Nihayatul Wafiroh juga mengatakan tetap mendukung Vaksin Nusantara atau sel dendritik. Dirinya merupakan salah satu relawan yang diambil darahnya untuk uji klinis. Kamis (22/4) besok, dia akan kembali darahnya untuk proses pengujian. "Kami secara sukarela dan tidak ada paksaan," terang dia saat dihubungi Jawa Pos.

Politisi asal Banyuwangi itu menegaskan bahwa diri mengikuti perkembangan penelitian vaksin sel dendritik mulai awal sampai sekarang. Dia juga mengetahui perdebatan antara pihak peneliti dan BPOM. Jadi, pihaknya tidak asal mendukung pembuatan vaksin tanpa mengetahui proses penelitian.

Bahkan, kata dia, dia dan sebagian anggota Komisi IX terjun langsung menjadi relawan untuk diambil darahnya. Pihaknya tidak ingin hanya berbicara, tapi juga memberi contoh langsung kepada masyarakat. "Anggota DPR mau menjadi relawan," terangnya.

Politisi PKB itu mengatakan, dia juga ingin mendorong dan mendukung kemandirian kesehatan, khususnya vaksin. Selama ini Indonesia sangat bergantung dengan luar negara. Ia berharap Vaksin Nusantara segera terwujud. (jpg)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: