HONDA

Sidang Lanjutan Dugaan Korupsi Anggaran Rutin Polres Lebong, Mark Up Rencana Kebutuhan hingga Rp 2 M

Sidang Lanjutan Dugaan Korupsi Anggaran Rutin Polres Lebong, Mark Up Rencana Kebutuhan hingga Rp 2 M

BENGKULU - Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi anggaran rutin Polres Lebong tahun 2020 kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Bengkulu, Selasa (29/6) pagi. Dalam sidang lanjutan yang diketuai majelis hakim Dwi Purwanti ini masih beragendakan pemeriksaan para saksi. Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan 18 saksi mulai dari satuan kerja (Satker) Polres Lebong dan saksi yang menerima transferan dari terdakwa.

Adapun salah satu saksi yang dihadirkan oleh JPU ialah Okta Defrianti. Pada sidang kali ini, terungkap terdakwa mencairkan anggaran total Rp 7 miliar padahal sesuai rencana kebutuhan (Renbut) harusnya hanya Rp 5 miliar saja dan tidak semuanya yang disalurkan ke Satker.

Dalam persidangan ini memastikan identitas Okta Defrianti yang sebelumnya sempat membuat JPU dan majelis hakim penasaran. Wanita ini memang adalah anggota Polri di Polres Lebong berpangkat Briptu. Ketika ditanya oleh JPU apakah ada hubungan antara Okta Defrianti dengan terdakwa sehingga membuat terdakwa mengirimkan uang sebesar Rp 150 juta, Okta mengatakan hubungannya adalah sebatas rekan kerja.

Okta juga menuturkan di dalam persidangan bahwa rekening tersebut dipegang oleh terdakwa. Yang mana jika melihat dari bukti SMS bankingnya, uang tersebut digunakan kembali oleh terdakwa untuk trading Binomo. “Sebatas rekan kerja, iya memang ada (transferan), tapi rekening itu dia (terdakwa) yang megang. Dari bukti SMS banking larinya ke trading semuanya,” sampai Okta yang dihadirkan sebagai saksi.

Selain itu, beberapa saksi lainnya yang menerima transferan mengatakan bahwa itu adalah pembayaran utang dari terdakwa. Selain itu, Renbut yang dicairkan oleh terdakwa ternyata melebihi anggaran yang dibutuhkan. Bagaimana tidak, dari bulan Januari-Juli itu total anggaran seharusnya hanya Rp 5 miliar saja. Namun oleh terdakwa di markup menjadi Rp 7 miliar dan semuanya cair. Dimana Rp 2 miliar anggaran itu disimpan oleh terdakwa dan Rp 5 miliarnya disalurkan namun tak seluruhnya.

“Renbut itu dinaikkan oleh terdakwa, sebenarnya hanya Rp 5 miliar tapi yang diajukan mencapai Rp 7 miliar, nah itu cair semuanya. Meskipun begitu dari Rp 5 miliar yang seharusnya itu juga tak disalurkan seluruhnya,” sampai JPU Kejati Bengkulu, Ahlal Hudarahman.

Dari keterangan saksi, sebagian besar ada yang tidak cair itu dikatakan oleh terdakwa penyebabnya adalah refocusing anggaran. Ia mencontohkan misalnya ada yang mengajukan Renbut Rp 150 juta, namun yang diberikan oleh terdakwa hanya sebesar Rp 100 juta.

“Terdakwa itu beralasan penyebabnya refocusing dan tidak cair. Tapi ternyata uangnya digunakan secara pribadi oleh terdakwa,” singkatnya. (cup)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: