Kisah Penggali Kubur untuk Pemakaman Jenazah Covid-19, Menggali Lebih Dalam, Imbalan Seikhlasnya
Petugas penggali kubur di TPU di Kota Bengkulu mengalami peningkatan pekerjaan, karena korban meninggal dunia akibat Covid-19. Penambahan pekerjaan ternyata tidak membuat penghasilan meningkat. Meski pekerjaan harus diselesaikan dua liang sehari. Berikut liputannya.
IKSAN AGUS ABRAHAM, Kota Bengkulu
SYAUKANI (49) warga RT 11 Kelurahan Tengah Padang Kecamatan Teluk Segara mengaku sudah 27 tahun menjadi petugas penggali makam sampai sekarang.
Sejak korban meninggal dunia karena Covid-19 meningkat di Kota Bengkulu, pekerjaan membuat lubang kubur jadi bertambah.
Dari Juni hingga Juli, dia sudah menggali 14 makam untuk memakamkan jenazah, baik itu karena penyakit biasa maupun karena terpapar Covid-19.
“Seingat saya yang karena Covid-19 ada 3 jenazah,” katanya.
Dijelaskan Syaukani, untuk memakamkan jenazah yang meninggal karena Covid-19, memerlukan lubang tak sediki, berbeda dengan korban meninggal karena penyakit biasa.
Untuk pemakaman jenazah Covid, ia harus menggali lubang dengan kedalaman 1,8 meter dan lebar 1,3 meter serta panjang sekitar 2,3 meter.
“Panjangnya lubang karena korban Covid-19 itu kan dimakamkan bersama peti mati. Biasanya lama menggali membutuhkan waktu sekitar 1,5 jam sampai dengan 3 jam,” jelasnya.
Untuk mengerjakannya itu, Syaukani dibantu 5 rekan lain masing-masing Aan, Babas, Eko, Buyung dan Nonong.
Tim ini kompak bekerja dengan alat seperti cangkul, garpu, yang diperoleh dari iuran suka duka warga yang bergabung.
Setiap yang masuk ditarik uangnya sebesar Rp 10 ribu per bulan untuk membeli dan merawat alat-alat bekerja menggali kubur.
“Walau tidak ikut suka-duka tapi saat ada warga yang meninggal kita tetap ikhlas menggalikan kubur untuk mereka,” kata Syaukani.
Menurut Syaukani, warga di tempatnya bila mendengar ada yang meninggal dunia akan langsung bergotong royong menyumbangkan tenaganya.
Mereka sigap membantu walau tanpa diberikan upah.
“Semua pemuda di sini siap turun tangan menggali kubur dan kami para petugas akan mengkoordinir pemuda yang membantu menyiapkan liang lahat bagi warga yang meninggal baik karena penyakit tua maupun terpapar Covid. Untuk biaya kami juga tidak mematok tarif, semua ikhlaskan kepada si ahli korban berapa saja mereka akan bersedekah untuk kebutuhan makan,minum dan membeli rokok di lokasi galian,” katanya lagi.
Pandemi Covid-19 membuat pekerjaan menggali menjadi lebih banyak dari biasanya.
Bahkan pernah dalam satu hari tim harus menggali dua lubang dan diselesaikan dalam satu hari, sehingga bekerja siang dan malam.
“Karena korban Covid harus cepat dimakamkan, maka malam haripun kita harus siap, dan pernah hingga pukul 12 malam melakukan penggalian dengan genset dan lampu,” paparnya.
Bekerja menjadi penggali kubur harus siap lintas wilayah.
Pernah ada penggalian makam yang harus dilakukan di wilayah lain misal di Kelurahan Pasar Bengkulu, Kampung Bali, disebabkan ahli musibah meminta korban meninggal dunia dimakamkan di sana.
“Kita siap saja dimanapun sesuai permintaan warga disini,” paparnya.
Sementara penggali kubur lain Supratman (49) alias Man Kesek warga Gang TP Kasim 6 Kelurahan Bajak Kota Bengkulu sudah menjadi penggali kubur sejak 3 tahun ini.
Man Kesek adalah pengrajin pembuat dol. Sejak Covid-19 melanda Kota dari Juni sampai Juli, Man Kesek sudah menggali kubur untuk enam jenazah yang dikubur di lokasi Pekuburan Kampung Teleng Kelurahan Bajak.
“Dari enam ini ada satu jenazah yang terpapar covid, almarhum adalah warga Lingkar Timur namun minta dikubur di sini,” katanya kepada Rakyat Bengkulu. Baca Selanjutnya >>>
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: