HONDA

Bahas Konsep Pemilu 2024

Bahas Konsep  Pemilu 2024

JAKARTA – Komisi II DPR menegaskan bahwa Pemilu 2024 tetap akan digelar sesuai rencana. Penegasan itu menyusul munculnya isu bahwa pemilu akan diundur karena adanya kemungkinan masa jabatan presiden diperpanjang hingga 2027. Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia menyatakan, aturan UU Pemilu dan UU Pilkada telah menetapkan pelaksanaan dua pesta demokrasi tersebut digelar pada 2024. Dia mengakui bahwa jadwal itu akan menimbulkan beban kerja yang berat bagi penyelenggara. Namun, tim kerja bersama yang terdiri dari komisi II, penyelenggara, dan pemerintah telah menyusun desain dan konsep pemilu-pilkada, yang siap dimatangkan dalam rapat kerja (raker). ”Jadi, kami tinggal menunggu waktu. Rencananya tanggal 6 (September) kami menggelar raker komisi II dengan Kemendagri, KPU, dan Bawaslu untuk mendengarkan hasil tim kerja bersama," papar Doli dalam diskusi di gedung DPR, Jakarta, akhir pekan lalu. Dalam raker nanti akan diambil keputusan tentang hari pencoblosan secara resmi. Sebab, tanggal yang beredar sekarang masih berupa wacana hasil diskusi tim kerja bersama. Tim mempertimbangkan tanggal 21 Februari 2024 untuk pilpres dan pileg, sedangkan 27 November 2024 untuk pilkada. Ada beberapa alasan pertimbangan. Salah satunya agar jadwal tahapan antara pilpres/pileg dan pilkada tidak beririsan. ”Kedua, sudah disesuaikan dengan situasi kultural Indonesia. Misalnya Lebaran, Waisak, dan sebagainya," jelas Doli. Politikus Partai Golkar itu juga menegaskan bahwa pelaksanaan Pemilu 2024 tidak akan terpengaruh oleh amandemen atau isu perpanjangan masa jabatan presiden. Doli menjamin bahwa pihaknya tetap berpegang pada UU Pemilu. ”Kalau mau dikembangkan dengan perpanjangan masa jabatan (presiden), selama itu belum menjadi keputusan politik dan hukum, tidak akan berpengaruh. Jadi, kita (Komisi II DPR) positioning-nya sudah klir," ucap Doli. Anggota Komisi II DPR Yanuar Prihatin menambahkan, demi kelancaran pelaksanaan Pemilu 2024, tim kerja bersama perlu memikirkan format pemungutan suara dengan berbagai alternatif. Sebab, tak tertutup kemungkinan pandemi masih berlangsung. Dibutuhkan inovasi agar agenda demokrasi ini bisa terus berjalan. Menurut Yanuar, harus dipikirkan opsi atau aspek teknis pemilu yang lebih kompatibel dengan kondisi yang tak biasa. Situasi pandemi membutuhkan kebiasaan baru, bahkan teknologi baru. ”Misalnya e-voting, orang bisa memilih dari mana saja," ujarnya. Namun, dia menegaskan bahwa cara-cara baru itu harus betul-betul dikaji secara mendalam. Pengamat komunikasi politik Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing menilai isu amandemen UUD yang menjadi awal desas-desus perpanjangan jabatan belum memiliki pengaruh kuat. Sebab, isu itu hanya disampaikan aktor-aktor politik tertentu. ”Belum ada lembaga yang secara organisatoris menyampaikan," katanya. Menurut Emrus, isu tersebut tidak cukup powerful dari sudut komunikasi politik. Termasuk untuk menyetir pemerintahan yang berjalan sekarang. ”Pemilu (2024) akan tetap berjalan. Saya berkesimpulan isu itu tidak begitu seksi dan berpengaruh. Di sisi lain, kalaupun mau amandemen, dibentuk saja tim panitia," tuturnya.(deb/c9/bay)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: