Meninggalnya Raychan Adji Pangestu, Pemain Muda Persikabo 1973 Sisakan Sejumlah Tanya
Sang Ayah Heran, Kenapa Hanya Satu Driver? Kenapa Berangkat ke Bali via Darat?
Raychan Adji Pangestu berangkat ke Bali untuk bergabung dalam latihan skuad senior Persikabo 1973 sebagai reward atas prestasinya. Sudah diarahkan sang ayah menjadi pesepak bola sejak usia 8 tahun.
TAUFIQ ARDYANSYAH, Jakarta
MEREKA mengantarkan sang putra sampai ke Kalimalang, Jakarta Timur. Di sana telah menunggu Amirulloh, personel transportasi Persikabo 1973 yang akan menjadi pengendara ke Bali.
Dalam perjalanan ke Pulau Dewata, tempat dihelatnya seri lanjutan Liga 1 itu, ada dua rombongan mobil yang berangkat. Mobil pertama diisi rombongan chef Persikabo 1973. Lalu, kendaraan kedua ditumpangi Amirulloh, Raychan, dan satu pemain muda Persikabo 1973 lainnya, Bintang Yudha.
Setelah semua anggota rombongan lengkap, berangkatlah mereka pada Sabtu (1/1) malam lalu itu. Dan, itulah untuk kali terakhir Paiman Aji Lesmono dan Nur Syamsiahajrianti, ayah-ibu Raychan, melihat putra kebanggaan mereka tersebut.
Saat memasuki Banyuwangi, Jawa Timur, pada Senin (3/1) sekitar pukul 03.30, kendaraan yang ditumpangi Raychan mengalami kecelakaan. Kecelakaan itu terjadi di Jalan Raya Banyuwangi, Dusun Possumur, RT 04, RW 04, Desa Bengkak, Kecamatan Wongsorejo.
Insiden itu bermula dari kendaraan jenis truck tractor head Mitsubishi bernomor polisi L 8680 UV yang dikemudikan Widodo Andre Irawan melaju dari arah selatan ke utara. Pada saat bersamaan, dari arah berlawanan, mobil Avanza dengan pelat polisi B 2203 SFZ yang ditumpangi Raychan berusaha mendahului kendaraan di depannya. Saat berusaha menyalip, kendaraan yang ditumpangi Raychan bertabrakan dengan truck tractor tersebut.
Para korban sempat dibawa ke Puskesmas Wongsorejo. Namun, nyawa Amirulloh dan Raychan tidak tertolong. Amirulloh mengalami patah tulang tangan kanan dan dadanya berlubang. Sedangkan Raychan mengalami gegar otak berat. Sementara itu, Bintang hanya mengalami luka lecet.
Saat tabrakan terjadi, Raychan duduk di belakang pengemudi. Sementara itu, Bintang duduk di sebelah kiri pengemudi.
Pukul 06.30, ponsel Paiman berdering. Kabar duka itu sampai kepadanya. ”Seharusnya, tadi pagi pukul 10.00 (kemarin, Red) saya pergi ke sekolah untuk mengurus izin Raychan. Sebentar lagi Raychan mau ujian sekolah, sementara dia harus ikut Persikabo 1973 ke Bali. Ternyata, takdir berkata lain,” ucap Nur di sela tangis kepada Jawa Pos saat ditemui di rumah duka di kawasan Kebon Pala, Jakarta.
Nur menerangkan, sulung dari ketiga anaknya itu saat ini duduk di bangku kelas XII SMK Budhi Warman. Seharusnya, dia berulang tahun ke-18 pada 17 Januari. ”Dia sempat bilang ke teman-teman tidak bisa merayakan ulang tahun bersama karena harus berangkat ke Bali,” ungkap Nur.
Di tengah bekapan kesedihan, dua pertanyaan besar mengganggu Paiman. Pertama, mengapa Raychan berangkat ke Bali melalui jalur darat? Padahal, rombongan Persikabo 1973 berangkat ke Pulau Dewata melalui jalur udara pada hari yang sama (1/1). ”Saya tidak habis pikir. Kalau tahu bakal begini, biar saya yang modalin biaya pesawatnya. Atau, kalau perlu tidak usah berangkat sekalian,” ucap Paiman dengan mata berkaca-kaca.
Paiman juga menyayangkan kenapa hanya ada satu driver. Padahal, Jakarta–Bali via jalur darat sangat jauh. ”Kecelakaan terjadi saat jam orang ngantuk. Kalau ada dua driver, tentu bisa gantian,” terang Paiman.
Jawa Pos berusaha menanyakan hal itu kepada manajemen Laskar Padjadjaran, julukan Persikabo 1973. Pertama kepada Presiden Persikabo 1973 Bimo D.P. Wirjasoekarta, lalu kepada Sekretaris Persikabo 1973 Rini Sudiro.
Namun, sampai berita ini ditulis, pertanyaan yang disampaikan melalui pesan singkat belum dibalas. Telepon juga tidak ditanggapi.
”Melalui sambungan telepon, Pak Bimo mengatakan kalau ada apa-apa, silakan hubungi saya. Tapi, saya bingung mau ngapain. Semua sudah kejadian,” ungkap Paiman.
Pelatih Persikabo 1973 Liestiadi tidak dapat menjelaskan kenapa Raychan dan Bintang tidak berangkat bersama rombongan. Dia tidak bisa berkomentar soal itu. ”Masalah itu coba ditanya ke manajemen. Saya nggak bisa menjelaskan. Kami sedang berkabung,” ucap mantan pelatih Persipura Jayapura itu.
Liestiadi hanya bisa menjelaskan bahwa Raychan dan Bintang adalah dua pemain Elite Pro Academy Persikabo 1973 U-18 yang berprestasi. ”Karena itu, keduanya mendapat reward untuk ikut berlatih bersama tim senior di Bali,” ungkap Liestiadi.
Sejak Raychan masih kecil, Paiman sudah mengarahkan putranya untuk menjadi pesepak bola. Pada usia 8 tahun atau saat masih duduk di bangku kelas II SD, Paiman memasukkan Raychan ke SSB Gelora Muda Cileungsi. Setelah itu, Raychan pindah ke SSB Blue Eagle, lalu ke SSB Remaja Masa Depan (RMD). Dari situ, Raychan tampil pada ajang Liga Topskor sampai bergabung ke Elite Pro Academy Persikabo 1973 U-16 dan U-18.
”Saya dan Raychan sudah seperti teman. Main bola di mana saja selalu saya antar. Bahkan, dia sudah besar pun masih saya antar,” terang Paiman.
Direktur Liga Topskor M. Yusuf Kurniawan alias Yuke menjadi sosok yang ikut kehilangan Raychan. Sejak melihat bakat Raychan di Liga Topskor, Yuke aktif berkomunikasi dengannya. Bahkan, H-1 sebelum Raychan berangkat ke Bali, Yuke sempat bertemu bersama alumni Liga Topskor lainnya.
”Pada Jumat (31/12), kami makan-makan di sebuah rumah makan di Jakarta Selatan. Ikatan kekeluargaan para jebolan Liga Topskor memang kuat,” katanya.
Kalau libur, lanjut Yuke, mereka sering berkumpul. ”Nah, malam itu Raychan bercerita mau berangkat ke Bali bersama Bintang. Saya menilai dia memang sudah layak (bermain di level profesional, Red),” ucap Yuke.
Ternyata, itu menjadi pertemuan terakhir Yuke dengan Raychan. Dia turut menyampaikan dukacita mendalam.
Jenazah Raychan dikebumikan pukul 09.00 di Taman Pemakaman Umum Kampung Asem, Jakarta Timur. Selamat jalan, Raychan. (*/c19/ttg)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: