Gembira Sambut Ramadan
MU'ALLA bin Fadhl, salah seorang ulama generasi tabi’ tabi’in mengatakan bahwa para Sahabat Nabi SAW berdoa selama 6 bulan sebelum Ramadhan agar Allah SWT memanjangkan umur mereka sehingga berkesempatan memasuki bulan tersebut.
Hal itu menunjukkan betapa agung, mulia, dan bulan itu sangat ditunggu-tunggu kedatangannya. Sebagai mukmin yang meneladani Salafus Shalih, hendaklah menjadikan kerinduan pada Ramadhan itu sebagai salah satu indikator keimanan.
Ia tidak memerlukan modal materi, hanya perlu menghadirkan satu hal, yaitu rasa; rasa rindu pada Ramadhan.
Ibnu Rajab mengutarakan alasan mengapa kaum mukminin mesti menunggu, bersiap, dan bergembira jika Ramadan tiba. Seorang yang shalih tentu akan gembira ketika dikabari terbukanya pintu-pintu surga, seorang yang sadar bergelimang dosa pasti akan senang mendengar pintu-pintu neraka ditutup, sedang orang-orang yang berakal pasti suka ria mendengar setan-setan dibelenggu.
Sungguh momen ini tidak akan ditemui selain di Ramadan. Apabila rasa rindu pada Ramadan tidak kunjung muncul, merasa biasa-biasa saja dan tidak ada sesuatu yang istimewa, seseorang hendaklah khawatir akan dirinya. Bisa jadi dia terluput dari kebaikan yang banyak.
Sampai di sini, kita memahami bahwa rindu pada Ramadhan merupakan karunia Allah SWT sehingga seseorang harus bergembira karenanya. “Katakanlah, ‘Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira.
Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (QS Yunus: 58).Selain alasan di atas, terdapat suatu keutamaan dari rangkaian ibadah di bulan Ramadhan.
Rasulullah SAW bersabda: “Ada tiga orang yang doanya tidak ditolak: Pemimpin yang adil, orang yang berpuasa ketika dia berbuka, dan doa orang yang terzhalimi.” (HR Tirmidzi 3598). Menurut Imam Ibnu Hajar hadits ini Hasan (Takhrij Misykat Al-Mashabih: 2/415).
Imam Ibnu Taimiyah (Majmu’ Fatawa: 27/74) menukil dari para Sahabat bahwa ketika seorang hamba sedang berdoa, maka itu termasuk momen kedekatanya dengan Allah SWT, dan ketika Allah SWT mengabulkan doanya maka itu adalah kedekatan yang khusus sehingga ia mendapat pertolongan dan petunjuk dari-Nya.
Oleh karenanya, prosesi berbuka puasa masih lagi termasuk sesuatu yang sakral dan khusyu’, bukan awal waktu melepas nafsu setelah mengikatnya seharian penuh.Masih ada lagi keunikan yang juga sulit ditemukan di luar Bulan Ramadhan.
Pahala puasa memiliki semacam ‘faktor pengganda’. Seorang hamba tidak hanya dapat berpuasa sendiri lalu mendapatkan pahala dari puasanya itu, namun juga mendapatkan pahala puasa yang lebih. Caranya sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
“Barangsiapa memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit pun juga.” (HR Tirmidzi 807). Dishahihkan Syaikh Al-Albani dalam Shahih At-Tirmidzi (807). (iks)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: