Kabar Terbaru Sawit Indonesia Vs Uni Eropa
Tandan buah segar kelapa sawit milik petani di Kecamatan Air Manjuto, Kabupaten Mukomuko, Jumat (27/8/2021).--ANTARA/Ferri
JAKARTA, RAKYATBENGKULU.DISWAY.ID - Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengungkapkan sengketa diskriminasi sawit Indonesia dengan Uni Eropa telah mencapai tahap akhir.
Indonesia menggugat Uni Eropa (UE) terkait diskriminasi sawit melalui aturan Renewable Energy Directive II (RED II) dan Delegated Regulation Uni Eropa pada 2017 lalu. Gugatan itu telah terdaftar di WTO dengan nomor kasus DS 593.
"Sengketa dagang DS 593 di WTO sejak 2017 ini merupakan kasus sengketa besar pertama di WTO yang terkait dengan isu perubahan iklim saat ini kita sudah mencapai tahap tahap akhir," kata Ditjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Natan Kambuno yang dibacakan oleh Analis Investigasi dan Pengamanan Perdagangan Ahli Utama Kemendag Pradnyawati dalam webinar 'Hambatan dalam Perdagangan Minyak Sawit ke UE', ditulis Sabtu 16 juli 2022.
Pradnyawati menyampaikan, proses sengketa ini sempat terhambat karena pandemi covid-16 dua tahun belakangan.
Meski, sengketa di SD 593 diwarnai dengan berbagai kendala pihaknya optimistis upaya keras Indonesia akan membuahkan hasil yang baik.
"Hal ini tak lepas dari dukungan stake holder sehingga pemerintah bisa berargumentasi dengan bukti ilmiah untuk memperkuat bukti," imbuhnya.
Untuk diketahui, dalam RED II, Uni Eropa menetapkan kelapa sawit sebagai tanaman berisiko tinggi (high risk) terhadap deforestasi.
BACA JUGA: 93 Kasus PMK, 4 Anak Sapi Mati
Untuk itu, Uni Eropa akan membatasi dan secara bertahap bakal menghapuskan penggunaan minyak kelapa sawit atau Crude Palm Oil (CPO) untuk biodiesel.
Sebelumnya, Indonesia pun telah menjalani proses persidangan dan penyampaian dokumen.
Dalam kesempatan yang sama, Deputi Pangan dan Agribisnis Kemenko Perekonomian Musdhalifah Machmud mengatakan pasar sawit tengah bergejolak dengan harga yang turun.
Di sisi lain, kata dia, masyarakat global sedang kesusahan menghadapi inflasi yang tinggi.
"Hal tersebut berimbas pada harga pangan yang juga melambung di pasar global.
Beberapa negara pun menghentikan impor sementara demi memenuhi kebutuhan dalam negeri mereka," kata Musdhalifah.
Musdhalifah menambahkan, meski Indonesia juga masih terganggu, tapi pemerintah akan terus berusaha melakukan ekspor pangan demi memberi dukungan pada negara yang kekurangan pasokan pangan.
"Insya Allah akan melakukan ekspor untuk pangan karena kita harus mensupport krisis pangan yang terjadi di beberapa negara-negara," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: