HONDA

Setara Istri Tapi Tidak Resmi, Kisah Nyai Para Meneer Belanda di Nusantara

Setara Istri Tapi Tidak Resmi, Kisah Nyai Para Meneer Belanda di Nusantara

Kisah nyai para meneer Belanda di Nusantara, setara istri tapi tidak resmi.--Foto: Facebook.com/Hariyonosuparto

BENGKULU, RAKYATBENGKULU.COM - Di zaman kolonial Hindia Belanda dulu, nyai atau gundik merupakan perempuan-perempuan simpanan atau peliharaan para meneer Belanda.

Adapun istilah nyai ini berasal dari bahasa Bali. Istilah ini muncul bertepatan dengan momentum seorang perempuan Bali yang menjadi gundik atau perempuan simpanan dari orang-orang Eropa tersebut.

Pemerintah Kolonial Belanda menerbitkan aturan ketika masa-masa pertama mereka tiba di Nusantara. Di tahun 1630, Pemerintah Kolonial Belanda melarang wanita-wanita Belanda untuk datang ke Nusantara.

Diperbolehkan hanya istri-istri petinggi dari VOC saja. Dampaknya Batavia penuh dengan pria-pria Belanda dan Eropa yang kesepian. 

BACA JUGA:Listrik di Bengkulu Zaman Belanda, Terpusat di Lebong Tandai dan Terpenuhi 24 Jam

Akibatnya, rumah bordil pun banyak bermunculan di Batavia sejak abad ke-17 untuk menyalurkan nafsu dari para pria bule itu.

Rumah-rumah bordil itu bermunculan pada sekitaran Pelabuhan Sunda Kelapa, di daerah Mangga Besar. Pengelolaan rumah bordil ini dilakukan oleh orang-orang Tionghoa atau yang dikenal dengan sebutan Macau Po.

Penyebabnya para penjajanya berasal dari Macau. Dengan seiring berjalannya waktu, para Meneer Belanda ini lebih memilih gundik dari kalangan pribumi daripada PSK.

Para gundik ini tidak hanya sekadar melayani kebutuhan biologis para meneer ini, akan tetapi mereka juga mengurus rumah tangga serta mengawasi para pembantu dalam bekerja.

BACA JUGA:Ini ! Balapan Mobil Pertama di Bengkulu, Era Pemerintahan Kolonial Belanda

Walaupun menjadi simpanan para meneer Belanda, tidak sedikit para nyai ini mendapatkan cinta dan kasih sayang seperti istri yang sah.

Hasil dari hubungan itu lahirlah keturunan-keturunan Indo- Belanda, akan tetapi perlakuan VOC terhadap keturunan Indo-Belanda ini sangat diskriminatif. 

Anak laki-laki keturunan Indo-Belanda ini tidak bisa berkarier seperti orang Belanda asli. Mereka ini bisa menjadi pegawai VOC, tetapi cuma sebatas tenaga militer ataupun juru tulis saja alias pangkat rendahan.

Sedangkan anak-anak perempuan keturunan Indo-Belanda mengalami nasib yang tidak kalah buruk, Malahan anak-anak perempuan Indo-Belanda ini banyak yang menjadi PSK pada rumah-rumah bordil milik orang Tionghoa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: