HONDA

Cerita Ade Jigo, Mengingat Peristiwa Tsunami Tahun 2018 yang Merenggut Nyawa Personil Teamlo

Cerita Ade Jigo, Mengingat Peristiwa Tsunami Tahun 2018 yang Merenggut Nyawa Personil Teamlo

Cerita Ade Jigo, Mengingat Peristiwa Tsunami Tahun 2018 yang Merenggut Nyawa Personil Teamlo--Tiktok/pecahtelur

Malam itu, anak kedua dari Ade Jigo menginginkan pulang terlebih dahulu karena sangat rewel, sang istri menjelaskan bahwa ayahnya belum selesai manggung namun tetap saja meminta pulang.

Setelah diam, anaknya diserahkan kepada Ade Jigo untuk sang istri makan terlebih dahulu.

Hal ini diungkapkannya dalam akun tiktok pecahtelur, kisah nyata yang dialami oleh Ade Jigo bersama Teamlo.

Tak berselang sang istri mengambil makanan, air tsunami setinggi 6 meter meluluh lantakan panggung dan acara tersebut.

Sehingga Ade Jigo yang memegang anaknya berusaha keras untuk selamat.

BACA JUGA:Gempa di Barat Laut Enggano, Tak Berpotensi Tsunami

Awalnya Ade melihat stand kopi, sebelum kejadian tersebut dia ingin menawari Aa Jimmy untuk minum kopi lantaran kesukaannya dengan kopi.

Namun, saat baru membalik badan dari stand kopi ke arah panggung, diperkirakan oleh Ade Jigo pada saat itu langsung air menghantam.

Tinggi air diperkirakan 6 meter sedangkan jaraknya dengan air kurang lebih 5 meter, semua orang di sana teriak ketakutan dan Ade Jigo hanya bisa beristighfar.

"Mungkin 3 langkah saya sudah didalam air, saya tetap peluk anak suasananya udah hening sudah kayak kita dalam kolam berenang kepalanya, saya cuman ucapakan istighfar, sholawat, tasbih," tuturnya.

Di dalam air, pengakuan dari Ade dia 2 kali ditarik oleh orang kakinya. Tapi syukurnya lepas, namun tetap dalam kondisi memeluk anaknya yang kecil, disisa nafas terakhir hampir lepas takbir dan dapat lagi.

BACA JUGA:Cegah Tsunami Covid-19 Seperti di India, Ingatkan Masyarakat Patuhi Prokes

Setiap nafas terakhir Adejigo selalu takbir mengingat Allah dan selalu memegang anaknya dalam kondisi lemah tersebut, ketika dalam keadaan tersebut dia mendapatkan tali dan berusaha naik keatas.

Di sana dia cuman mendapatkan tempat untuk bernafas bersama anaknya karena di atas kepalanya beton, namun dalam kondisi itu anaknya tidak menangis semua keadaan gelap dan hening.

"Ngak ada yang nangis, ngak ada yang teriak minta tolong, ngak ada yang kesakitan semuanya seperti menghadap ke depan seperti siluet  yang saya ingat sampai sekarang ada 2 orang ceramah," tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: