BENGKULU - Pandemi Covid-19 memang membuat sejumlah aktivitas ekonomi terganggu. Salah satunya terkait dengan pertambangan batu bara yang terkendala tidak bisa diekspor ke negara yang sampai saat ini masih memberlakukan lockdown.
Ketua Dewan Pembina APTRINDO Provinsi Bengkulu yang juga merupakan Anggota Komisi III DPRD Provinsi Bengkulu, H. Yurman Hamedi, S.IP mengatakan, dengan turunnya upah angkutan batu bara yang menuai keluhan dari sejumlah pengusaha angkutan. Menurutnya, pemerintah harus hadir atas persoalan ini. Dikatakannya, turunnya upah angkutan batu bara yang mendekati angka Rp 30 ribu per ton merupakan salah satu imbas pandemi Covid-19. Sejak pandemi, batu bara milik para investor, sejauh ini belum bisa diekspor atau dijual ke luar negeri seperti China, India, dan Thailand."Andai pun tetap ada penjualan, hanya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri saja. Sehingga kondisi ini menyebabkan rendahnya permintaan batu bara, yang akhirnya harga batu bara pun jadi turun," katanya, Kamis (16/7).Sementara itu, di sisi lainnya biaya produksi untuk aktivitas penambangan masih tetap tinggi, yang menyebabkan atau berimbas terhadap upah angkut. "Dengan fakta itu pemerintah sebenarnya harus hadir. Dalam artian bagaimana caranya di tengah pandemi menuju tatanan kehidupan normal baru, keran-keran ekspor batu bara bisa kembali terbuka atau cara lainnya bisa dengan mengusulkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) juga diturunkan," terangnya. Ditambahkan, ketika harga solar turun, ongkos produksi para investor juga turun. Sehingga para investor tidak perlu sampai menurunkan upah angkut batu bara. "Kalau upah angkut turun, tentu saja berdampak sangat besar pada ekonomi masyarakat yang berprofesi sebagai sopir," pungkas Yurman. (zie)