CURUP – Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Rejang Lebong (RL) berhasil mengungkap kasus dugaan prostitusi online dengan mengeksploitasi anak di bawah umur. Dalam kasus tersebut polisi berhasil mengamankan tiga perempuan yang diduga merupakan mucikari atau pelaku yang menjajakan wanita anak di bawah umur melalui aplikasi MiChat. Ironisnya, dari tiga perempuan yang sudah ditetapkan sebagi tersangka ini, dua diantaranya masih anak dibawah umur, yaitu Ne (17) asal Kecamatan Curup Utara dan Ni (17) asal Kecamatan Curup Tengah yang diketahui masih berstatus pelajar. Sedangkan satu perempuan lagi Te (36) asal Kecamatan Curup Timur. Diungkapkan Kapolres RL AKBP Puji Prayitno, S.IK, MH melalui Kasat Reskrim AKP Ahmad Musrin Muzni, SH, S.IK saat release kemarin, mereka masih melakukan pengembangan dan pendalaman. Karena diduga korbannya sudah cukup banyak dan rata-rata remaja usia sekolah yang ada di Kabupaten RL. ‘’Untuk sementara kita masih fokus memproses untuk satu korban berinisial A (16) warga Kecamatan Curup Tengah,’’ sampai Musrin didampingi Kanit PPA Aiptu Dessy Oktavianti kemarin saat release. Dilanjutkan Musrin, terbongkarnya kasus prostitusi dan eksploitasi anak di bawah umur tersebut, berawal dari laporan anak hilang, yaitu A warga Kecamatan Curup Tengah. A dilaporkan orang tuang hilang sejak November 2020 lalu ke Polres RL. Selanjutnya Kamis (18/1) lalu keluarga korban kembali mendatangi Unit PPA Satreskrim Polres RL untuk menyampaikan kalau anak mereka A sudah ditemukan. ‘’Berawal dari laporan anak hilang berinisial A warga Kecamatan Curup Tengah November 2020 lalu dari orang tua A. Selanjutnya A sudah diketahui keberadaannya dan orang tua A kembali melaporkan ke Polres untuk menyampaikan kalau anak mereka A sudah ditemukan,’’ sambung Musrin. Saat berada di Unit PPA, lanjut Musrin, A selanjutnya diajak berkomunikasi dan ditanyai. Khususnya soal keberadaannya selama menghilang atau pergi dari rumah, tinggal dimana dan apa saja yang dilakukan selama dua bulan pergi dari rumah. ‘’Saat ditanyai itulah, korban mengaku tinggal di kosan tersangka berinisial Ne. Selama bersama Ne itulah dia sering menjadi korban prostitusi dan eksploitasi dalam bisnis sex melaui aplikasi Michat. Sehingga saat itu juga orang tua korban A ini membuat laporan polisi,’’ imbuh Musrin. Tiga Tersangka Miliki Peran Berbeda Setelah menerima laporan resmi dan mengambil keterangan dari korban A, penyidik Unit PPA dan anggota Opsnal Satreskrim Polres RL langsung melakukan penangkapan terhadap Ne selaku mucikari atau yang menjajakan A di aplikasi MiChat di kosannya. Selanjutnya dari Ne diketahui keterlibatan tersangka Ni yang juga ikut menjual korban A melalui aplikasi MiChat. ‘’Jadi awalnya kita menangkap tersangka A yang masih di bawah umur namun sudah tidak sekolah lagi. Tersangka A ini meskipun masih memiliki orang tua di wilayah Kecamatan Curup Utara, namun selama ini dia memilih tinggal di kos-kosanan di kawasan Kecamatan Curup Timur. Hasil pengembangan muncul nama Ni, teman Ne yang juga ikut menjajakan korban A di aplikasi MiChat,’’ sampai Musrin. Dilanjutkan Musrin, tersangka Ne dan Ni meskipun sama-sama sebagai mucikari melalui aplikasi MiChat, namun untuk penentuan tempat transaksi seks berbeda. Tersangka Ne selalu membawa A untuk melayani laki-laki yang memesan korban di salah satu rumah milik Te (26) di kawasan Curup Timur. Sedangkan Ni, membawa korban A melayani laki-laki yang memesan di berbagai penginapan sesuai dengan kesepakatan pemesan. ‘’Dari keterangan tersangka Ne inilah, kita melakukan pengembangan dan mengamankan tersangka Te (36) di rumahnya. Karena Te menjadi salah satu rekanan Ne yang menyediakan tempat atau lokasi untuk korban melayani laki-laki pemesan lewat aplikasi Michat. Makanya Te juga kita amankan dan ditetapkan sebagai tersangka,’’ lanjut Musrin. Sehari Bisa Sampai Tiga Pemesan Ditambahkan Kanit PPA Satreskrim Polres RL Aiptu Dessy Oktavianti, dari keterangan korban, sudah tidak terhitung lagi berapa kali dirinya melakukan persetubuhan dengan pemesan. Baik itu di rumah milik Te atau di berbagai penginapan, selama dirinya pergi dari rumah. Karena selama dua bulan pergi dari rumah, dalam satu hari korban bisa melayani hingga sampai tiga laki-laki. Lebih jauh diungkapkan Dessy, dalam setiap transaksi seks, korban mendapatkan bayaran antara Rp 200 ribu hingga Rp 400 ribu sekali kencan dengan pemesan. Dari uang tersebut, baik tersangka Ne dan Ni bisa mendapatkan bagian dari Rp 50 ribu hingga Rp 150 ribu setiap kali kencan. ‘’Untuk tersangka Ne dan Ni ini bisa dapat uang dari korban A sebesar Rp 50 ribu sampai Rp 150 ribu sekali kencan. Tergantung dari kesepakatan berapa bayaran kencan korban A. Sedangkan untuk tersangka Te sendiri, mengaku hanya dapat Rp 50 ribu sebagai sewa kamar setiap kali korban A melakukan kencan. Kita masih masih akan mendalami dan mengembangkan kasus ini. Karena diduga korbannya bukan hanya satu orang saja dan kebanyakan anak di bawah umur,’’ pungkas Dessy. Mengaku Baru Empat Bulan Beroperasi Sementara itu, tersangka Te (36) yang sempat diwawancarai RB mengaku menjadikan kamar dirumah tempat tinggalnya sebagai lokasi transaksi sex baru empat bulan belakangan. Dirinya juga mengaku tidak mengenal dekat tersangka Ne maupun tersangka Ni, meskipun diakuinya memang tersangka Ne pernah mengajak korban A untuk melakukan kencan di rumahnya bersama pemesan. ‘’Baru empat bulan inilah pak saya buka. Saya juga tidak kenal dengan mereka, karena mereka datang dan hanya menyewa tempat. Jadi saya hanya dapat bayaran Rp 50 ribu untuk sekali kencan pak. Jadi mereka datang membawa temannya sendiri kerumah saya, setelah kencan mereka pulang pak,’’ ucap tersangka Te.(dtk)
Bongkar Prostitusi Anak Via MiChat
Selasa 02-02-2021,10:55 WIB
Editor : redaksi rb
Kategori :