Apalagi dugaan rekayasa Nilai PDSS SMAN 5 Kota Bengkulu ini sudah dilaporkan salah satu orangtua siswa yang merasa dirugikan atas hal ini ke polisi.
Dijelaskan Praktisis Hukum Universitas Bengkulu, Randy Pradityo, SH, MH, ada beberapa aturan hukum dapat menjerat para pelaku yang diduga telah melakukan rekayasa nilai siswa SMAN 5 Kota Bengkulu, di sistem PDSS tersebut.
BACA JUGA:5 Masjid dengan Desain dan Arsitektur Unik di Indonesia, Nomor Empat Ada di Sumatera
BACA JUGA:Masjid Jamik Inggris adalah Bekas Gereja dan Sinagog, Uniknya ! Khutbah Jum’at 3 Bahasa
Mulai dari, perspektif Hukum Perdata dapat dijerat dengan Pasal 1365 KUH Perdata.
Mengingat adanya kerugian yang dialami oleh pihak lain, dalam hal ini adalah siswa yang merasa dirugikan.
Berdasarkan prespektif Pidana, dapat dijerat dengan Pasal 263 KUHP dikatagorikan Sebagai Tindak Pidana Pemalsuan Dokumen, dan Pasal 421 KUHP tentang Penyalahgunaan Wewenang Yang Menyebabkan Kerugian.
Tidakan rekayasa nilai ini, juga berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Kemudian berdasarkan Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Pasal 36 dan Pasal 51 Ayat (1) mengatur tentang Kejahatan Teknologi.
BACA JUGA:4 Masjid Madinah yang Bukan di Arab Saudi, Nomor Dua Sebelumnya sebagai Gereja Baptis
Karena kasus di SMAN 5 Bengkulu melibatkan penggunaan teknologi.
Karena dalam kasus ini, ada penggunaan teknologi, maka dapat diangkat teteng kejahatan teknologi.
Kejahatan teknologi diatur dalam Undang-Undang ITE, termuat dalam Pasal 36 dan Pasal 51, ayat (1).
“Pasal itu, berbunyi setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dengan tujuan agar informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik diancam pidana penjara paling lama 12 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 12.000.000.00,” papar Randy.