Manipulasi nilai yang dilakukan tanpa alasan yang valid dan tanpa proses yang transparan menunjukkan adanya pelanggaran terhadap etika pendidikan dan bisa juga dianggap sebagai tindakan korupsi.
“Khususnya jika dilakukan untuk keuntungan pribadi atau kelompok,” tambahnya.
BACA JUGA:Pelanggar Lalu Lintas Siap-siap Ditindak, Polri Gelar Operasi Keselamatan 2024 Selama 14 Hari
BACA JUGA:5 Gudang Tambang Emas Utama Dunia, Salah Satunya Berada di Indonesia
Para korban dari tindakan ini berhak untuk mengajukan laporan kepada otoritas yang berwenang.
Termasuk kepolisian atau Komisi Pemberantasan Korupsi tergantung pada jenis pelanggarannya.
Mengadukan kasus ini ke Polda, sebagaimana dilakukan oleh wali murid, merupakan langkah awal yang sesuai untuk penyelidikan lebih lanjut.
Selama proses hukum berlangsung, dibutuhkan bukti konkrit terkait manipulasi nilai dan kerugian yang diakibatkannya, termasuk bukti perubahan nilai dan kesaksian dari saksi terkait.
Pengakuan kesalahan sistem oleh kepala sekolah harus diinvestigasi lebih dalam untuk menentukan apakah terdapat kegagalan teknis atau kesengajaan manipulasi oleh manusia.
BACA JUGA:10 Tips Memilih Sofa untuk Ruang Tamu Minimalis
BACA JUGA:Niat Serta Tata Cara Mandi Sunnah Memasuki Puasa Ramadan
“Keseriusan dalam mengusut kasus ini tidak hanya vital untuk memastikan keadilan bagi siswa yang dirugikan. Tetapi juga esensial untuk mengembalikan integritas dalam sistem pendidikan,” tutupnya.
Disisi lain, Kabid Humas Polda Bengkulu, Kombes Pol. Anuardi menerangkan, laporan yang dilayangkan Wali Murid ke Polda Bengkulu, berstatus pengaduan masyarakat (Dumas) yang ditujukan kepada Kapolda Bengkulu.
“Iya Benar ada laporan masuk, itu berstatus Dumas. Segala laporan yang masuk ke kita (Polda Bengkulu, red) pasti ditindak lanjuti,” tutupnya.
Diberitakan sebelumnya, nilai siswa-siswi SMA Negeri 5 Kota Bengkulu diduga direkayasa saat pengisian PDSS tahun 2024.
Nilai sejumlah siswa-siswi sengaja didongkrak agar mendapat peringkat jauh lebih tinggi.