BENGKULU, RAKYATBENGKULU.COM - Tidak hanya kaya akan tradisi kebudayaan dan adat istiadat, Indonesia juga kaya akan kuliner dan makanan tradisionalnya.
Seperti salah satunya kuliner satu ini yaitu nasi Jamblang atau disebut juga dengan Sega Jamblang.
Nasi Jamblang atau Sega Jamblang ini merupakan makanan khas dari daerah Cirebon Provinsi Jawa Barat, adapun nama Jamblang ini berasal dari nama daerah yang ada Kabupaten Cirebon.
Nasi Jamblang ini memiliki ciri khas yaitu menggunakan daun jati sebagai bungkus nasinya, dimana nasi jamblang ini sama sekali tidak berhubungan dengan buah jamblang (Syzygium cumini).
Adapun Jamblang ini adalah salah satu pemukiman Tionghoa kuno yang terbentuk dikarenakan adanya aktivitas perdagangan.
BACA JUGA:Kuliner Keliling Indonesia Bareng Nex Carlos: Santapan Lezat Nasi Bebek Ireng Mas Adi di Sidoarjo
Berdasarkan Balai Arkeologi Provinsi Bandung, ditemukannya bukti-bukti arkeologi yang berupa pecahan keramik serta catatan angka tahun pada tembok salah satu gudang tua di Jamblang.
Selain itu keberadaan klenteng juga menandai eksistensi para pemukim Tionghoa pada daerah tersebut.
Nasi Jamblang ini bisa dijadikan sebagai pilihan makanan dikarenakan lauknya yang banyak dan beraneka macam yang bisa dipilih sesuai dengan selera.
Diketahui asal mula dari Nasi Jamblang ini pada awalnya makanan untuk para pekerja di zaman kolonialisme Belanda dahulu yaitu sekitar tahun 1847.
Dimana pada saat itu, penjajah Belanda sedang membangun 3 pabrik, yaitu 2 pabrik tebu di wilayah Plumbon dan Gempol dan 1 satu lagi pabrik spirtus di Palimanan.
BACA JUGA:Lempuk Durian, Kuliner Khas Bengkulu yang Setia Menemani di Hari Lebaran
Dengan adanya pembangunan pabrik serta kebutuhan akan adanya makanan untuk para pekerjanya, sehingga masyarakat setempat lalu menciptakan kuliner yang bisa mengenyangkan dan mudah dibuat di daerah sekitaran pabrik.
Nasi Jamblang diketahui juga adalah makanan para pekerja pada saat pembangunan Jalan Daendels dari Anyer ke Panarukan yang melewati beberapa daerah Kabupaten Cirebon.
Dimana pada ketika itu Ki Antara atau yang dikenal juga dengan Abdul Latif dan istrinya Nyi Pulung atau Tan Piauw Lun yang merupakan warga yang tinggal di sekitar lokasi pembangunan.