Pendidikan Belum Update, Banyak Pelajar dan Mahasiswa Bengkulu Tidak Sadar Batu Bara Penyebab Krisis Iklim

Minggu 16-06-2024,18:22 WIB
Reporter : Heri Aprizal
Editor : Heri Aprizal

BENGKULU, RAKYATBENGKULU.COM - Kurikulum pendidikan yang belum diupdate menyebabkan banyak pelajar dan mahasiswa di Kota Bengkulu tidak menyadari bahwa batu bara merupakan salah satu penyebab utama krisis iklim yang merugikan bumi.

Manajer Sekolah Energi Bersih Kanopi Hijau Indonesia, Hosani, mengungkapkan hasil survei dari kuesioner yang disebar kepada 187 siswa SMP Sint Carolus Bengkulu dan 37 mahasiswa Sosiologi Universitas Muhammadiyah Bengkulu (UMB) selama kegiatan Sekolah Energi Bersih #2.

"Hasilnya, 70% atau 131 siswa SMP Sint Carolus tidak mengetahui bahwa batu bara adalah penyebab krisis iklim. Hanya 30% atau 56 siswa yang menyadarinya," ujar Hosani.

BACA JUGA:Training AJI-DW: Meningkatkan Kapasitas Jurnalis dan Jurnalis Warga dalam Pelaporan Isu Iklim

BACA JUGA:184 Desa dan Kelurahan di Bengkulu Diprediksi Tenggelam pada 2050 Akibat Krisis Iklim

Hosani juga menyebutkan bahwa 32,4% atau 12 mahasiswa Sosiologi UMB tidak mengetahui bahwa batu bara menyebabkan krisis iklim, sementara 64,8% atau 24 mahasiswa mengetahuinya, dan 2,7% atau 1 mahasiswa tidak memberikan jawaban.

"Mayoritas pelajar dan mahasiswa menganggap sampah sebagai satu-satunya penyebab krisis iklim berdasarkan materi pelajaran yang mereka terima," tambah Hosani.

Survei ini menunjukkan bahwa 881 anak muda yang berpartisipasi dalam Sekolah Energi Bersih sebagian besar tidak mengetahui dampak batu bara terhadap krisis iklim.

Hal ini mencerminkan keterbatasan informasi di kalangan anak muda di daerah lain.

BACA JUGA:Ikut Transaksi Perdagangan Perdana Bursa Karbon, Bukti Komitmen BRI Melawan Krisis Perubahan Iklim

BACA JUGA:Krisis Iklim Ancam Pulau Sumatera: Kanopi Hijau Mendorong Transisi Energi Berkelanjutan

Menurut data Badan Energi Internasional (IEA) yang dikutip oleh Greenpeace, batubara menyumbang 44% dari total emisi CO2 global dan merupakan sumber terbesar emisi gas rumah kaca (GHG) yang memicu perubahan iklim.

Emisi lainnya berasal dari sektor pertanian (12%), proses industri (6,6%), sampah (3,5%), dan penggunaan lahan serta kehutanan (2,9%).

Saat ini, krisis iklim telah mencapai titik kritis akibat peningkatan emisi. Bumi kini 1,1°C lebih hangat dibandingkan akhir tahun 1800-an, dengan dekade terakhir (2011-2020) menjadi yang terpanas.

Para ilmuwan memperingatkan bahwa jika penggunaan batubara berlanjut, ambang batas suhu 1,5°C akan terlampaui pada 2030.

Kategori :