BENGKULU, RAKYATBENGKULU.COM - Kasus penyakit ngorok di Bengkulu Selatan memicu kekhawatiran akan peredaran daging bangkai di pasaran.
Dinas Pertanian dan peternak lokal mendesak masyarakat lebih waspada.
Maraknya kasus penyakit ngorok yang menyerang hewan ternak di Kabupaten Bengkulu Selatan telah menyebabkan ratusan ternak mati mendadak, memicu kekhawatiran di kalangan warga terkait potensi peredaran daging bangkai di pasar.
Fenomena ini diungkapkan oleh salah seorang peternak di Kecamatan Manna yang mengaku didatangi oleh seorang toke yang ingin membeli ternaknya yang sudah mati akibat penyakit tersebut.
BACA JUGA:Operasi Zebra Nala 2024 di Bengkulu: 797 Pelanggaran Tercatat, Satlantas Amankan 25 Motor
BACA JUGA:Dana Desa 2025 Tanggamus Rp257,8 miliar: Rincian per Desa, Siapa yang Terbesar?
“Ada orang yang mau beli bangkai dan pastinya ingin dijual lagi,” ungkap salah satu pemilik ternak yang tak mau disebutkan Namanya, dikutip KORANRB.ID.
Kekhawatiran serupa juga dirasakan oleh warga lainnya, yang menyatakan ada oknum yang diketahui mengambil daging dari bangkai kerbau mati akibat penyakit ngorok dan menjualnya di pasaran dengan harga miring.
“Resah dan waspada tentunya dengan daging saat ini, takut daging bangkai,” ujar seorang saksi lainnya.
Menurut data dari Dinas Pertanian Kabupaten Bengkulu Selatan, jumlah ternak sapi dan kerbau yang mati akibat penyakit ngorok terus bertambah, dengan catatan terbaru mencapai 222 ekor.
BACA JUGA:Dana Desa 2025 Tulang Bawang Rp133,8 Miliar: Rincian Lengkap dan Desa Terbesar Penerima
BACA JUGA:Dana Desa 2025 Lampung Barat Rp112,7 miliar, Berikut Rincian per Desa: Simak yang Terbesar
Upaya pengendalian penyakit ini dilakukan melalui vaksinasi, di mana hingga kini sebanyak 936 ekor ternak telah divaksinasi, dengan total 1.200 dosis vaksin yang disuntikkan.
Kabid Peternakan dan Kesehatan Hewan Dinas Pertanian Bengkulu Selatan, Ikat Aliman Maulana, menjelaskan bahwa meski daging hewan yang terkena penyakit ngorok aman dikonsumsi jika disembelih dengan benar, masyarakat harus berhati-hati terhadap praktik jual-beli daging bangkai.
“Tidak berbahaya asal sembelih dahulu, buang perutnya,” ujar Ikat.
Ikat menambahkan bahwa dirinya tidak mengetahui secara pasti adanya isu peredaran daging bangkai di pasaran.
BACA JUGA:Dana Desa 2025 Kepahiang Rp80,5 Miliar: Rincian Lengkap dan Desa Terbesar Penerima
BACA JUGA:Dana Desa 2025 Lebong Rp71,04 miliar, Berikut Rincian per Desa: Simak yang Terbesar
Namun, dia menegaskan pentingnya etika dan tanggung jawab peternak agar tidak memanfaatkan daging ternak yang mati mendadak.
“Jangan sampai terjadi, lebih baik buang kalau ada ternak yang sudah mati dan tidak sempat disembelih,” tegasnya.
Masyarakat diminta tetap waspada dan teliti saat membeli daging, guna menghindari potensi dampak kesehatan yang berbahaya dari daging bangkai yang tidak layak konsumsi.