Sebagian besar ternak yang mati adalah sapi dan kerbau dewasa yang bernilai tinggi, rata-rata mencapai Rp 10 juta per ekor. Hingga saat ini, tercatat sudah ada 153 ternak yang mati akibat penyakit ngorok.
"Tidak tanggung-tanggung, kerugian akibat penyakit ini sudah mencapai Rp 1,5 miliar," terang Bupati.
Sementara itu, Kepala Bidang Peternakan Dinas Pertanian Kaur, Drh. Rakhmad Fajar juga mengungkapkan kekhawatirannya terhadap rendahnya kesadaran para pemilik ternak untuk memberikan vaksin.
Ia menyebutkan, tim Dinas Pertanian hanya mampu menyuntikkan 500 dosis vaksin dari total 1.000 dosis yang tersedia, meskipun jumlah kasus penyakit ngorok terus meningkat. Saat ini, sudah tercatat 150 kasus dengan seluruh ternak yang terinfeksi dinyatakan mati.
Kasus ini tersebar di tujuh kecamatan di Kabupaten Kaur, dengan Kecamatan Tanjung Kemuning dan Semidang Gumay menjadi daerah yang paling terdampak.
"Rata-rata ternak Kaur ini dilepasliarkan, jadi untuk menangkapnya itu susah," ujar Rakhmad.
Penyakit ngorok sangat berbahaya karena dapat menular dengan cepat melalui udara, dan jika sudah terinfeksi, sekitar 90 persen ternak dipastikan akan mati. Meskipun imbauan untuk vaksinasi telah disampaikan berulang kali, masih banyak peternak yang enggan mengikuti saran tersebut.
Dinas Pertanian menargetkan vaksinasi seluruh ternak di Kabupaten Kaur selesai pada bulan ini, dengan pengajuan vaksin tambahan yang diharapkan dapat tersedia sebelum tahun baru.
Rakhmad juga mengimbau masyarakat untuk berhati-hati dalam membeli daging sapi atau kerbau, karena dikhawatirkan daging tersebut berasal dari ternak yang sudah mati akibat penyakit ngorok dan tidak disembelih sesuai syariat Islam.
"Kepada para penjual daging, jangan sekali-kali menjual daging bangkai atau yang mati sebelum disembelih," tegas Rakhmad.
BACA JUGA:Janda Dua Anak Ditangkap Polisi, Diduga Jajakan Teman Wanita Lewat MiChat