Wilayah Kabupaten Rejang Lebong sendiri rawan bencana seperti tanah longsor, banjir, angin puting beliung serta letusan gunung berapi, serta rentan terjadi kebakaran hutan dan lahan terutama di dalam kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS).
BACA JUGA:Promo Pilkada 2024 di Wahana Surya Park: Beli 1 Tiket Gratis 1, Hanya 27 November!
BACA JUGA:Bawaslu Provinsi Bengkulu Lakukan Patroli Pengawasan untuk Pastikan Masa Tenang Kondusif
Kabupaten Rejang Lebong sendiri tercatat sebagai satu-satunya wilayah di Provinsi Bengkulu yang memiliki gunung api berstatus aktif yakni Gunung Api Bukit Kaba.
Pentingnya Peran Masyarakat
Selain langkah-langkah pemerintah, masyarakat juga memiliki peran penting dalam mitigasi bencana.
Gubernur Bengkulu 2021-2024, Rohidin Mersyah, mengatakan masyarakat perlu berkontribusi aktif dalam menjaga lingkungan.
"Bengkulu berada di cincin api Pasifik dan rawan berbagai jenis bencana. Perilaku sederhana seperti tidak membuang sampah sembarangan dapat membantu mencegah banjir," kata dia.
BACA JUGA:Ketua Bawaslu Provinsi Bengkulu Ikuti Video Conference Bersama Kapolri di Polda Bengkulu
BACA JUGA:Korupsi Dana BOK Puskesmas Palak Bengkerung, Kejari Periksa 40 Saksi
Rohidin juga mengingatkan bahwa mitigasi bencana harus menjadi prioritas semua pihak. Dengan meningkatkan kesadaran dan kesiapsiagaan, risiko bencana dapat diminimalkan.
"Kewaspadaan masyarakat adalah kunci utama dalam menghadapi ancaman bencana hidrometeorologi," katanya.
Selain mitigasi teknis, edukasi kepada masyarakat menjadi elemen penting dalam menghadapi bencana. BMKG Provinsi Bengkulu telah meluncurkan program "BMKG Goes to School" yang ditujukan kepada pelajar SMA dan SMK di berbagai wilayah. Program ini bertujuan meningkatkan kesadaran generasi muda akan pentingnya kesiapsiagaan bencana.
"Kami berharap edukasi ini dapat membentuk budaya tanggap bencana sejak dini," kata Pengamat Meteorologi dan Geofisika BMKG Provinsi Bengkulu Ashvin Hamzah.
BACA JUGA:BPBD Bengkulu Utara Peringatkan Masyarakat Waspadai Bahaya Longsor dan Ombak Tinggi
Edukasi ini melibatkan simulasi sederhana, seperti cara membaca peta bencana dan memahami tanda-tanda awal cuaca ekstrem.