
Fakta ini juga menunjukan bahwa perusahan ini tidak peduli dengan keselamatan lingkungan yang berpotensi meningkatkan penderitaan rakyat baik pada sektor kesehatan maupun sektor ekonomi dalam bentuk turunnya layanan ekosistem.
BACA JUGA:Program Prioritas Rifai-Yevri Didukung Gubernur Helmi dan Menteri Desa
BACA JUGA:Pemkab Bengkulu Selatan Tunda Pengadaan Mobil Dinas, Prioritaskan Armada Sampah
Begitupun yang terjadi di Bengkulu, Sumbar, Riau, PLTU batubara telah menyebabkan FABA beterbangan di sekitar pemukiman.
Di Sumatera Utara, Aceh dan Lampung tumpukan abu berada di sekitar perairan laut, sementara di Jambi dan Lahat abu mengalir ke Sungai Tembesi dan Sungai Pule, di mana perusahaan secara sengaja membuang FABA ke media lingkungan dan menyebabkan tanah dan air tercemar.
Sahwan, Ketua Yayasan Anak padi Lahat Sumatera Selatan mengatakan pengaduan yang dilakukan lewat aplikasi Kementerian LH itu seharusnya mempermudah akses masyarakat dan efisiensi kinerja pemerintah dalam menerima laporan kejahatan lingkungan, namun laporan pihaknya justru tidak digubris atau direspon.
“Setiap hari masyarakat Desa Muara Maung dan Kecamatan Merapi Barat menghirup debu dari penggalian batubara dan abu dari pembakaran PLTU Keban Agung. Dampaknya sudah ribuan orang terkena ISPA, belum lagi merosotnya hasil panen petani palawija karena tanah tercemar,” kata Sahwan.
BACA JUGA:Komitmen 100 Hari Kerja Bupati Bengkulu Selatan: Lampu Jalan Hidup, Layanan RS Ditingkatkan
BACA JUGA:Jabatan Eselon II Pemprov Bengkulu Sudah Terisi, Eselon III Masih Bertahap
Boni Bangun dari Sumsel Bersih Sumatera Selatan mengatakan PLTU Sumsel 1 di Muara Enim yang belum produksi juga telah menimbulkan dampak negatif atas kerusakan lingkungan, mulai rusaknya Bukit Kancil yang merupakan hutan atau wilayah resapan air serta pemindahan anak Sungai Niru dalam pendirian PLTU. Hal ini mengakibatkan potensi bencana alam semakin tinggi dan wilayah kelola masyakarat semakin sempit.
“Seharusnya pemerintah harus lebih peka terhadap ancaman yang akan berdampak bagi masyarakat ring 1 PLTU. Kami mendesak pemerintah pusat hingga daerah untuk segera melakukan evaluasi terhadap keberadaan PLTU Sumsel 1,” kata Boni.
Alfi Syukri dari LBH Padang menilai hal ini menunjukkan telah terjadi kekosongan hukum dalam menjalankan konstitusi untuk melindungi lingkungan dan rakyat.
Padahal sesuai Peraturan Pemerintah nomor 22 Tahun 2021 dan Permen LH 9 Tahun 2010 menegaskan bahwa negara wajib menindaklanjuti setiap pengaduan atas pelanggaran lingkungan paling lambat 10 hari kerja.
BACA JUGA:Skema Outsourcing Belum Diterapkan, Pemprov Bengkulu Fokus Optimalkan THL
BACA JUGA:Tim Monev ABPDes Air Manjuto Tinjau Pembangunan dan Administrasi Desa Tirta Makmur
“Masyarakat Sijantang Koto Sawah Lunto berpuluh tahun menghirup abu beracun, FABA ditumpuk di tepi Sungai Batang Ombilin mengakibatkan sungai tercemar. Ini bukan sekadar administrasi, tapi pembiaran atas penjarahan sumber daya alam. Yang dikorbankan bukan hanya hari ini, tapi masa depan generasi kita,” katanya.