HONDA

Kisah Penjahit Bertahan di Tengah Pandemi Covid-19, Tabungan Habis, Sewa Toko Menunggak

Kisah Penjahit Bertahan di Tengah Pandemi Covid-19, Tabungan Habis, Sewa Toko Menunggak

Pandemi Covid-19 yang terjadi hampir 2 tahun ini, benar-benar telah memukul banyak sektor ekonomi. Salah satunya adalah usaha penjahit. Jangankan untuk mendapat untung, untuk mencari makan sehari-hari saja sangat sulit. Simak lliputannya.

ABDI WIJAYA PRANATA, Kota Bengkulu

SUASANA di Pasar Baru Koto terlihat sangat lengang, kemarin (25/7).  Aktivitas jual beli di pasar ini, sangat sepi sekali. Tidak ada yang menyangka, bahwa dulunya pasar ini pernah berjaya pada tahun 1990-an dan sempat menjadi pusat pasar tradisional masyarakat Kota Bengkulu.

Lesunya aktivitas jual beli di pasar ini semakin menjadi dengan adanya pandemi Covid-19. BACA JUGA: Wabup Minta Tim Penegakan Hukum Jangan Tebang Pilih, Terkait Pelanggaran SE PPKM Mikro

Diantaranya dialami beberapa penjahit yang masih berusaha tetap bertahan. Meskipun pemasukan jauh dari harapan. Herman (60), merupakan salah satu penjahit tertua. Menekuni usaha jahit dari tahun 1975, ia tetap setia dengan profesinya itu. Kepada Rakyat Bengkulu kemarin, Herman tak menampik, bahwa pandemi ini benar-benar memukul usaha jahit yang telah lama ditekuninya itu.

“Sekarang hanya tinggal 4 penjahit saja yang bertahan di sini. Sebelumnya ada 14 penjahit, tapi semuanya tutup  karena tidak balik modal,” katanya.

Ditambahkan pria yang tinggal di Kelurahan Padang Serai ini, dalam satu minggu ia paling hanya mendapatkan paling banyak 3 orderan saja. Padahal biasanya hampir setiap hari Herman mendapatkan order jahitan. Dimana dalam satu hari, ia bisa mengantongi uang minimal Rp 50 ribu.

“Sekarang jangankan untung, untuk makan saja susah,” keluhnya.

Kesulitan Herman semakin bertambah, dengan iuran sewa toko yang harus dibayarnya per bulan. Saat ini ia sudah menunggak sewa toko selama satu tahun. “Sewa toko menunggak satu tahun, saya tidak bayar tidak ada uangnya. Saat ini kebanyakan kami pulang ke rumah tanpa membawa uang,” sedihnya.

Padahal menurut Herman, setiap hari berangkat ke tokonya ia membutuhkan uang Rp 10 ribu, untuk membeli bensin. Baca Selanjutnya >>>

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: